American Party SC – Pengadilan Banding Amerika Serikat akan untuk pertama kalinya meninjau konstitusionalitas perintah eksekutif yang ditandatangani oleh Presiden Donald Trump terkait pembatasan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran. Sidang tersebut dijadwalkan berlangsung pada hari Rabu di Seattle oleh panel tiga hakim dari Pengadilan Banding Sirkuit ke-9. Langkah ini menjadi bagian dari rangkaian proses hukum yang sedang berlangsung atas kebijakan imigrasi kontroversial Presiden Trump.
Perintah eksekutif ini, yang ditandatangani Trump pada 20 Januari saat dirinya kembali menjabat. Dengan emerintahkan agar kewarganegaraan tidak diberikan secara otomatis kepada anak-anak yang lahir di Amerika Serikat. Jika kedua orang tuanya bukan warga negara atau penduduk tetap sah Amerika. Dengan kata lain, anak-anak yang lahir dari imigran tanpa status tetap—baik yang tinggal secara ilegal maupun dengan visa sementara seperti pelajar atau pekerja—tidak akan diakui sebagai warga negara.
Putusan awal yang memblokir perintah tersebut dikeluarkan oleh Hakim Distrik AS John Coughenour di Seattle pada 6 Februari. Dalam keputusannya, ia menyatakan bahwa tindakan Trump “jelas-jelas tidak konstitusional.” Hakim Coughenour, yang ditunjuk oleh Presiden Ronald Reagan, mengkritik perintah Trump karena dianggap mengabaikan prinsip-prinsip hukum demi tujuan politik pribadi. Dua hakim federal lainnya di Massachusetts dan Maryland juga mengeluarkan keputusan serupa yang menghentikan penerapan perintah tersebut secara nasional.
Baca Juga : Tiket Liburan Ditunda, Warga AS Tahan Rencana Perjalanan
Gugatan terhadap perintah ini diajukan oleh 22 jaksa agung dari negara bagian yang dipimpin Partai Demokrat, bersama dengan organisasi pendukung hak imigran. Mereka berpendapat bahwa perintah Trump bertentangan dengan Amandemen ke-14 Konstitusi Amerika Serikat, khususnya klausul kewarganegaraan. Amandemen ini telah lama ditafsirkan sebagai jaminan bahwa hampir semua individu yang lahir di wilayah AS secara otomatis berhak memperoleh status kewarganegaraan.
Pemerintah Trump berargumen bahwa ketentuan dalam Amandemen ke-14 tidak mencakup anak-anak dari imigran yang hadir secara ilegal atau hanya sementara di negara tersebut. Menurut pandangan pemerintah, mereka yang berada di AS tanpa status hukum yang sah atau dalam kapasitas non-permanen tidak memenuhi syarat untuk memberikan status kewarganegaraan kepada anak mereka yang lahir di Amerika.
Persidangan di hadapan Sirkuit ke-9 akan berfokus pada isu konstitusional yang mendasari kebijakan Trump tersebut. Dua dari tiga hakim dalam panel yang mendengarkan argumen ditunjuk oleh Presiden Bill Clinton dari Partai Demokrat, sementara satu lainnya merupakan pilihan Trump sendiri selama masa jabatan pertamanya. Hal ini menimbulkan perhatian mengenai dinamika politik dalam putusan yang akan diambil oleh pengadilan.
Sementara itu, Mahkamah Agung AS, yang saat ini didominasi oleh mayoritas konservatif dengan perbandingan suara 6-3. Telah menggelar sidang pada 15 Mei untuk meninjau permintaan pemerintah agar perintah Trump bisa mulai diberlakukan. Namun, sidang tersebut tidak membahas substansi hukum perintah secara langsung. Melainkan mempertanyakan apakah seorang hakim tunggal memiliki wewenang untuk mengeluarkan perintah nasional yang menghentikan kebijakan pemerintah secara keseluruhan.
Putusan Mahkamah Agung mengenai hal ini belum diumumkan. Jika Mahkamah mengizinkan perintah Trump berlaku sebagian, kebijakan tersebut dapat diterapkan di sejumlah wilayah negara, meskipun belum secara nasional. Menurut pihak penggugat, lebih dari 150.000 bayi yang lahir setiap tahun bisa kehilangan hak kewarganegaraannya jika perintah itu dilaksanakan secara penuh.
Gugatan hukum terhadap kebijakan ini dipimpin oleh negara bagian Washington, Arizona, Illinois, dan Oregon. Serta beberapa perempuan hamil yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut. Proses hukum yang sedang berlangsung ini akan menjadi uji penting terhadap batas kewenangan presiden dalam mengatur kebijakan imigrasi. Serta bagaimana prinsip-prinsip konstitusional ditegakkan dalam sistem hukum Amerika.
Simak Juga : Igloo: Rumah Salju Tradisional Suku Inuit di Tengah Kutub