American Party SC – Di perbatasan Amerika Serikat dan Meksiko, suasana semakin militeristik sejak pemerintahan Presiden Donald Trump membentuk dua zona militer sepanjang 260 mil di wilayah New Mexico dan Texas. Zona Militer ini dilengkapi kendaraan lapis baja Stryker milik Angkatan Darat AS yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas ilegal dan mendukung pengawasan di wilayah tersebut. Para relawan kemanusiaan yang bekerja untuk menemukan sisa-sisa migran di gurun kini menghadapi batasan baru. Mereka diawasi oleh sistem kamera canggih di atas kendaraan tempur yang diparkir di bukit pasir, di sepanjang tembok pembatas.
Ketegangan meningkat saat sebuah truk tak bertanda menghentikan para relawan dan menyampaikan bahwa mereka tidak lagi diizinkan berada di area tersebut. James Holman, pendiri kelompok kemanusiaan Batalyon Pencarian dan Penyelamatan, menyatakan keprihatinan atas kebijakan ini. Ia menilai bahwa pembangunan zona militer dapat memaksa migran untuk menyeberangi wilayah gurun yang lebih berbahaya, berpotensi menambah korban jiwa. Holman menilai penggunaan militer secara berlebihan di wilayah ini sebagai bentuk “sandiwara mematikan.”
Baca Juga : Pengerahan Marinir ke Los Angeles Picu Ketegangan Nasional
Zona militer tersebut diklasifikasikan sebagai instalasi resmi Angkatan Darat AS, yang memberikan wewenang kepada tentara untuk menahan dan menginterogasi siapa pun yang tertangkap di dalamnya. Meski demikian, batas-batas wilayahnya belum diumumkan secara terbuka. Berdasarkan tanda peringatan yang dipasang, zona tersebut tampaknya membentang beberapa mil ke dalam wilayah AS. Banyak migran yang tertangkap di zona ini sempat dikenai tuduhan tambahan, namun sebagian besar kasusnya dibatalkan oleh hakim karena tidak adanya bukti bahwa mereka melihat tanda peringatan sebelum masuk.
Setelah Trump kembali menjabat pada Januari, ia menutup akses suaka di perbatasan selatan dan menyebut zona militer sebagai langkah penting untuk menghalau penyelundup dan perdagangan manusia. Sejak April, jumlah tentara aktif di perbatasan melonjak menjadi 8.000 personel, naik tajam dari 2.500 di akhir masa pemerintahan sebelumnya. Lahan seluas lebih dari 110.000 hektar di New Mexico telah dialihkan untuk keperluan militer. Serta zona kedua dibentuk di Texas tak lama kemudian. Zona ini berada di bawah pengawasan Fort Bliss dan Fort Huachuca, dua pangkalan militer besar di wilayah barat daya AS.
Sebanyak 105 kendaraan Stryker dan sekitar 2.400 tentara dari Divisi Infanteri ke-4 dikerahkan ke perbatasan, dengan sebagian besar ditempatkan di antara El Paso dan Santa Teresa. Meskipun kendaraan ini tidak bersenjata, para tentara membawa senjata pribadi dan mengoperasikan sistem pengawasan canggih sepanjang waktu dalam suhu ekstrem gurun yang mencapai 100 derajat Fahrenheit.
Dampak dari kehadiran militer dirasakan langsung oleh warga setempat. Beberapa pemilik usaha kecil menyatakan bahwa kehadiran kendaraan tempur membuat mereka merasa lebih aman. Namun, tidak semua pihak setuju. Konsultan perdagangan Jerry Pacheco, misalnya, menyebut penempatan pasukan sebagai langkah politik yang berlebihan dan justru merusak citra kawasan industri. Di sisi lain, peternak seperti Russell Johnson mendukung langkah ini dan merasa keberadaan militer menambah rasa aman. Meski begitu, ia mengakui masih belum jelas apakah lahan miliknya masuk dalam zona tersebut. Serta belum ada kejelasan mengenai aturan berburu atau rekreasi di area itu.
Ketidakjelasan mengenai batas zona dan izin akses menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat lokal, termasuk para aktivis kemanusiaan. Abbey Carpenter, salah satu pemimpin pencarian migran, khawatir akses terbatas ini akan menghambat pencarian jenazah migran yang meninggal di gurun. Ia menekankan bahwa tanpa izin masuk, tulang belulang migran yang belum diambil bisa terkubur selamanya oleh pasir gurun. Ketidakpastian inilah yang menjadi perhatian utama para relawan dan warga yang hidup di tengah perubahan besar kebijakan perbatasan ini.
Simak Juga : San Phra Phum: Rumah Roh dalam Budaya Thailand