American Party SC – Sebanyak 49 warga kulit putih Afrika Selatan pertama telah tiba di Amerika Serikat setelah menerima status pengungsi berdasarkan kebijakan yang didorong oleh mantan Presiden AS Donald Trump. Keputusan ini diambil dengan dasar bahwa mereka dianggap sebagai korban diskriminasi rasial di negara asalnya. Keberangkatan mereka ke AS terjadi pada hari Senin dengan menggunakan pesawat carteran yang lepas landas dari Johannesburg. Serta dijadwalkan mendarat di Bandara Internasional Washington Dulles sekitar pukul 12.30 waktu setempat.
Kebijakan Trump selama masa jabatannya memang dikenal menekan penerimaan pengungsi dari latar belakang non-kulit putih. Namun warga Afrikaner—keturunan pemukim Eropa, terutama Belanda—menjadi pengecualian karena dianggap membutuhkan perlindungan. Langkah ini menimbulkan reaksi keras dari pemerintah Afrika Selatan yang menuduh AS mencampuri urusan dalam negeri tanpa memahami konteks sebenarnya. Presiden Cyril Ramaphosa mengkritik tindakan Washington, menyatakan bahwa mereka keliru dalam menilai kondisi warga kulit putih di negaranya.
Ramaphosa menegaskan bahwa tidak ada bukti valid yang menunjukkan adanya penganiayaan terhadap kelompok minoritas kulit putih. Menurutnya, keberangkatan mereka lebih mencerminkan penolakan terhadap kebijakan pemerataan sosial dan ekonomi pasca-apartheid, ketimbang pelarian dari penindasan. Ia menyebut bahwa pemerintahnya tetap terbuka untuk berdialog dengan pihak AS mengenai hal ini.
Sikap skeptis juga ditunjukkan oleh sebagian masyarakat Afrika Selatan. Mereka menyatakan tidak menyimpan dendam terhadap mereka yang pergi, tetapi meragukan apakah kehidupan di AS akan lebih baik. Seorang warga Cape Town, Robert Skeen, mengatakan bahwa ia lebih memilih menghadapi tantangan di tanah kelahirannya daripada meninggalkannya. Ia menyebut Afrika Selatan tetap menjadi tempat yang diberkati meski menghadapi banyak persoalan.
Baca Juga : Mahasiswa Universitas Tufts Dibebaskan dari Tahanan Imigras
Sejak berakhirnya apartheid pada 1994, kelompok kulit putih di Afrika Selatan memang tetap menguasai sebagian besar kekayaan negara tersebut. Berdasarkan laporan Review of Political Economy, orang kulit putih menguasai sekitar 75% tanah pribadi dan memiliki kekayaan 20 kali lebih besar dibanding mayoritas kulit hitam. Meski demikian, angka pengangguran di kalangan kulit putih relatif rendah, hanya sekitar 10%, jauh di bawah tingkat pengangguran warga kulit hitam yang melebihi sepertiga populasi.
Klaim bahwa warga kulit putih mengalami diskriminasi oleh mayoritas kulit hitam sering muncul di platform sayap kanan internasional. Narasi ini kerap diperkuat oleh tokoh-tokoh yang memiliki koneksi langsung, seperti Elon Musk, yang juga lahir di Afrika Selatan. Tiga warga yang menjalani wawancara awal di Kedutaan AS di Pretoria mengatakan mereka ditanya tentang pengalaman terkait konflik tanah, kejahatan, dan diskriminasi rasial.
Ramaphosa sebelumnya menandatangani undang-undang yang memberikan kemudahan bagi negara untuk mengambil alih tanah demi kepentingan umum. Meski belum ada tanah yang benar-benar disita, kebijakan ini telah menimbulkan ketakutan di kalangan warga kulit putih. Ketegangan meningkat sejak Trump kembali menjabat sebagai presiden dan langsung menghentikan seluruh bantuan keuangan kepada Afrika Selatan. Hal ini dianggap sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap kebijakan agraria serta posisi negara tersebut terhadap Israel di Mahkamah Internasional.
Juru bicara Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS menyampaikan bahwa lembaga tersebut bekerja sama dengan Departemen Luar Negeri dalam proses penempatan warga Afrika Selatan yang baru tiba. Meski tidak memberikan detail mengenai jenis bantuan yang diberikan, ia mengonfirmasi bahwa kedatangan lebih lanjut akan terus berlangsung dalam beberapa bulan ke depan. Penerbangan perdana yang membawa 49 pengungsi dibiayai langsung oleh Departemen Luar Negeri.
Beberapa dari mereka akan ditempatkan di negara bagian seperti Minnesota yang dikenal ramah terhadap pengungsi, sementara sisanya akan menuju ke wilayah konservatif seperti Idaho dan Alabama. Keputusan ini mencerminkan ketegangan geopolitik serta dinamika rasial yang masih menjadi perdebatan tajam baik di Afrika Selatan maupun di Amerika Serikat.
Simak Juga : Harga Realme 11 Pro Plus Anjlok! Smartphone 200MP Ini Jadi Lebih Murah Mei 2025