American Party SC – Warga Amerika kini memilih menunda pemesanan tiket liburan dan menunggu diskon menarik sebelum membuat keputusan perjalanan. Tren ini menunjukkan perubahan perilaku konsumen yang menjadi perhatian serius dalam industri perjalanan, terutama menjelang musim panas yang biasanya menjadi puncak aktivitas wisata.
Meskipun harga tiket pesawat menurun, pemesanan untuk musim panas justru mengalami penurunan. Begitu pula dengan hotel, yang mengalami stagnasi bahkan penurunan dibandingkan musim panas tahun lalu. Penurunan ini terjadi di tengah kekhawatiran ekonomi yang memengaruhi kebiasaan belanja konsumen. Kini, mereka cenderung lebih berhati-hati dan menunda keputusan hingga harga sesuai harapan.
Sejumlah perusahaan perjalanan besar seperti Delta Air Lines, Marriott International, dan Booking Holdings telah menyesuaikan atau bahkan merevisi proyeksi keuangan mereka untuk tahun 2025. Airbnb mencatat bahwa jendela pemesanan kini menjadi lebih pendek karena konsumen menunggu lebih lama sebelum memesan, bahkan hingga mendekati tanggal perjalanan. Hal ini membuat perusahaan kesulitan memprediksi performa bisnis mereka untuk paruh kedua tahun ini.
Baca Juga : Mahkamah Agung AS Tolak Tinjau Larangan Senjata Serbu dan Magasin Berkapasitas Tinggi
Delta mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi yang belum pasti menyulitkan mereka untuk membuat proyeksi tahunan secara menyeluruh. United Airlines juga mengisyaratkan kemungkinan pelemahan permintaan dalam waktu dekat. CEO Southwest Airlines, Robert Jordan, menyebutkan bahwa banyak konsumen kini menunda keputusan, termasuk untuk liburan musim panas, meskipun secara keseluruhan permintaan tetap stabil.
Menurut data dari agen perjalanan daring Flighthub, pemesanan tiket pesawat musim panas di Amerika mengalami penurunan sekitar 10% dibanding tahun sebelumnya. Padahal, harga tiket rata-rata sudah turun sekitar 7%. Beberapa penerbangan jarak jauh, seperti ke Sydney, Australia, bahkan tercatat 23% lebih murah dibanding tahun lalu. Namun, penurunan harga ini belum cukup mendorong peningkatan pemesanan.
CEO Kayak, Steve Hafner, menjelaskan bahwa kursi pesawat yang tidak terisi pada hari keberangkatan merupakan kerugian permanen. Ia menekankan pentingnya penyesuaian harga yang menarik untuk memaksimalkan jumlah penumpang. Namun, meskipun diskon telah ditawarkan, konsumen tetap berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Hal serupa juga terlihat pada sektor perhotelan. CEO Hyatt Hotels, Mark Hoplamazian, menyampaikan bahwa pemesanan kamar di kota-kota besar mengalami stagnasi atau bahkan penurunan. Ia memperkirakan bahwa kondisi ini akan mulai membaik sekitar satu bulan menjelang musim puncak. CoStar mencatat bahwa tarif kamar rata-rata hanya akan naik sekitar 1,3% pada 2025, lebih rendah dari kenaikan 1,8% pada 2024. CEO Marriott, Anthony Capuano, juga mengakui bahwa kekuatan penetapan harga saat ini tidak sekuat pada masa pemulihan pasca-pandemi. Meskipun pendapatan per kamar masih menunjukkan peningkatan.
Beberapa hotel kini mulai menawarkan promo seperti menginap tiga malam dengan satu malam gratis untuk menarik tamu. Direktur nasional analisis perhotelan CoStar, Jan Freitag, menilai bahwa penawaran seperti ini akan menjadi lebih umum dalam beberapa bulan ke depan.
Dari sisi konsumen, banyak yang mulai menyesuaikan rencana liburannya. Jackie Lafferty, seorang direktur hubungan masyarakat dari Los Angeles, mengatakan bahwa rencana liburannya ke Hawaii atau Florida kini berubah menjadi berlibur di dalam negara bagian California. Biaya akumulatif tiket pesawat, penginapan, dan sewa mobil membuat perjalanan ke luar negara bagian terasa terlalu mahal.
Faktor lain yang turut memengaruhi adalah pelemahan nilai tukar dolar AS. Nilai dolar yang menurun sekitar 10% sejak pertengahan Januari membuat perjalanan ke luar negeri menjadi lebih mahal. Pada bulan Maret, survei Deloitte menunjukkan bahwa warga Amerika berencana menaikkan anggaran perjalanan musim panas mereka sebesar 13%. Namun, pada bulan April, hasil survei berbeda menunjukkan bahwa mereka justru akan menghabiskan anggaran yang setara dengan tahun lalu.
CEO Ensuite Collection, Chirag Panchal, mengatakan bahwa banyak kliennya yang semula merencanakan perjalanan besar ke Eropa kini lebih memilih destinasi domestik atau yang lebih dekat seperti Kanada dan Karibia. Beberapa, seperti Rachel Cabeza dari New Jersey, tetap membuka kemungkinan untuk bepergian ke luar negeri, tetapi secara spontan dan mendekati waktu keberangkatan, tergantung pada harga tiket.
Tren ini menandakan bahwa dalam situasi ekonomi yang tidak menentu, warga Amerika cenderung lebih selektif dan menunda keputusan perjalanan. Industri perjalanan kini harus lebih adaptif dan kreatif dalam menawarkan nilai dan fleksibilitas untuk mempertahankan minat konsumen di tengah tantangan pasar.
Simak Juga : Tari Seribu Tangan: Warisan Budaya Aceh yang Memukau