American Party SC – Mahkamah Agung Amerika Serikat pada hari Jumat memutuskan untuk membatasi kewenangan hakim federal dalam mengeluarkan perintah hukum berskala luas. Terkhusus yang berkaitan dengan kasus kewarganegaraan dalam kebijakan mantan Presiden Donald Trump mengenai status warga negara berdasarkan kelahiran. Dengan ini memberikan kemenangan strategis bagi kubu konservatif, namun tidak langsung mengesahkan kebijakan tersebut atau menyatakan legalitasnya.
Putusan dengan suara 6-3 ini ditulis oleh Hakim Amy Coney Barrett, yang mewakili kelompok konservatif dalam pengadilan. Meski mendukung pembatasan wewenang hakim federal, keputusan ini tidak langsung memungkinkan penerapan kebijakan Trump. Pengadilan memerintahkan pengadilan-pengadilan yang sebelumnya memblokir kebijakan tersebut untuk meninjau kembali ruang lingkup perintah mereka, tanpa menyatakan apakah kebijakan itu sendiri sah secara hukum.
Tiga pengadilan federal sebelumnya di Maryland, Massachusetts, dan negara bagian Washington. Telah mengeluarkan perintah berskala nasional yang menghentikan penerapan kebijakan kewarganegaraan baru dari Trump. Ketiganya menilai bahwa arahan tersebut melanggar ketentuan hukum yang ada, khususnya Amandemen ke-14 Konstitusi AS.
Baca Juga : Ripple dan SEC Gagal Kurangi Denda dalam Kasus XRP
Trump menyambut baik keputusan Mahkamah Agung melalui unggahan di media sosial Truth Social dan menyebutnya sebagai “kemenangan besar”. Pada hari pertama menjabat kembali sebagai presiden, Trump menandatangani perintah eksekutif yang menyatakan bahwa anak-anak yang lahir di Amerika Serikat dari orang tua yang bukan warga negara atau pemegang izin tinggal tetap tidak akan diakui sebagai warga negara. Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak pada lebih dari 150.000 bayi baru lahir setiap tahun.
Kebijakan tersebut segera mendapat gugatan dari kelompok hak-hak imigran dan jaksa agung dari 22 negara bagian yang dipimpin oleh Demokrat. Mereka menilai kebijakan itu bertentangan dengan klausul kewarganegaraan dalam Amandemen ke-14, yang menyatakan bahwa siapa pun yang lahir atau dinaturalisasi di AS adalah warga negara negara tersebut.
Namun, dalam putusan terbarunya, Mahkamah Agung tidak mengulas konstitusionalitas kebijakan Trump. Fokus utama pengadilan adalah pada kewenangan hakim federal untuk mengeluarkan perintah berskala nasional. Dalam pandangannya, Barrett menegaskan bahwa meskipun cabang eksekutif harus mematuhi hukum, pengadilan tidak bisa serta-merta memperluas kewenangannya tanpa batas.
Hakim Sonia Sotomayor menyampaikan keberatannya dalam perbedaan pendapat yang didukung oleh dua hakim liberal lainnya. Ia menilai mayoritas di Mahkamah mengabaikan pertanyaan penting mengenai konstitusionalitas kebijakan Trump. Ia menuduh pengadilan menyetujui strategi hukum pemerintah yang menghindari penilaian terhadap isi kebijakan itu sendiri dan malah berfokus hanya pada aspek prosedural.
Kasus ini menjadi penting karena pemerintah berupaya meyakinkan Mahkamah Agung bahwa pengadilan federal tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan perintah nasional yang menghalangi seluruh penerapan kebijakan presiden. Departemen Kehakiman bahkan tidak meminta pengadilan untuk menilai legalitas arahan Trump, melainkan memohon agar pengadilan membatasi ruang lingkup putusan hakim di tingkat bawah.
Sotomayor menyebut langkah tersebut sebagai taktik curang yang secara terang-terangan bertujuan melemahkan sistem pengawasan yudisial terhadap eksekutif. Ia menganggap perintah pengadilan yang luas justru menjadi bentuk perlindungan hukum yang sah terhadap kebijakan yang melanggar konstitusi.
Sejumlah putusan Mahkamah Agung baru-baru ini menunjukkan kecenderungan untuk mendukung kebijakan imigrasi Trump. Di antaranya termasuk izin untuk melanjutkan deportasi migran tanpa memberi mereka kesempatan menunjukkan ancaman yang mungkin mereka hadapi. Namun, pada saat yang sama, Mahkamah juga memblokir upaya Trump mendeportasi warga Venezuela berdasarkan undang-undang yang sudah sangat lama.
Amandemen ke-14 yang menjadi pusat sengketa ini telah sejak lama diartikan sebagai jaminan kewarganegaraan bagi siapa pun yang lahir di wilayah Amerika Serikat. Dalam kasus United States v. Wong Kim Ark tahun 1898, Mahkamah Agung menyatakan bahwa anak-anak dari orang tua non-warga negara tetap memiliki hak kewarganegaraan jika lahir di Amerika Serikat. Namun, pemerintahan Trump menilai bahwa putusan tersebut hanya berlaku untuk orang tua yang sudah menetap secara sah dan permanen.
Perdebatan mengenai kewenangan hakim dan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran diperkirakan akan terus berlangsung. Mengingat dampaknya yang luas terhadap kebijakan imigrasi dan hak konstitusional jutaan penduduk.
Simak Juga : Mango Sticky Rice: Pencuci Mulut Ikonik Khas Thailand