American Party SC – Pemerintahan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump menuai sorotan setelah mengaitkan dana bantuan bencana alam dengan sikap politik terhadap Israel. Negara bagian dan kota di AS diminta untuk menyatakan bahwa mereka tidak akan memutus hubungan dagang dengan perusahaan Israel jika ingin menerima dana dari Badan Manajemen Darurat Federal (FEMA). Ketentuan ini termuat dalam beberapa pemberitahuan hibah yang telah dikaji oleh kantor berita Reuters.
Persyaratan ini berdampak pada sekitar $1,9 miliar dana bantuan bencana yang biasanya digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai berbagai kebutuhan penting. Seperti perlengkapan pencarian dan penyelamatan, gaji petugas manajemen darurat, hingga sistem cadangan listrik. Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk pemanfaatan dana federal untuk mendorong agenda politik nasional ke tingkat lokal.
FEMA menambahkan bahwa syarat ini menjadi bagian dari kebijakan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) untuk menegakkan hukum antidiskriminasi. Khususnya yang berkaitan dengan kampanye Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) terhadap Israel. Kampanye BDS bertujuan memberikan tekanan ekonomi kepada Israel agar mengakhiri pendudukan di wilayah Palestina. Gerakan ini mendapat perhatian lebih besar pada 2023 setelah pecahnya konflik antara Hamas dan Israel di wilayah Gaza.
Baca Juga : Pengadilan AS Batalkan Perintah Trump soal Kewarganegaraan
Menurut pernyataan juru bicara Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem. DHS akan tetap menegakkan kebijakan yang menentang antisemitisme, termasuk yang berkaitan dengan BDS. Pemerintah AS menilai gerakan BDS sebagai bentuk diskriminasi terhadap Israel. Walau demikian, sebagian besar negara bagian sebenarnya telah memiliki kebijakan atau peraturan anti-BDS. Sehingga ketentuan baru dari FEMA ini bersifat simbolis dan memperkuat kebijakan yang sudah ada.
Data dari Jurnal Hukum Universitas Pennsylvania menunjukkan bahwa setidaknya 34 negara bagian telah memberlakukan kebijakan anti-BDS, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan administratif. Hal ini menunjukkan bahwa kampanye untuk membatasi gerakan BDS memang sudah berlangsung luas di tingkat lokal.
Kebijakan baru FEMA juga berdampak pada dana sebesar \$553,5 juta yang dialokasikan untuk program pencegahan terorisme di wilayah padat penduduk. Kota-kota besar diwajibkan menyetujui syarat anti-BDS untuk dapat mengakses dana tersebut. Salah satu penerima utama adalah Kota New York yang dijadwalkan memperoleh sekitar \$92,2 juta. Alokasi ini didasarkan pada analisis risiko terorisme oleh FEMA, yang menilai kerentanan kota terhadap ancaman keamanan.
Selain isu BDS, FEMA sebelumnya juga sempat menimbulkan kontroversi ketika pada Juli lalu menetapkan bahwa sebagian dana federal untuk pencegahan terorisme harus digunakan oleh negara bagian untuk membantu menangkap migran. Kebijakan ini menunjukkan pola serupa, yakni pengaitan bantuan federal dengan kebijakan politik nasional tertentu.
Langkah pemerintahan Trump ini memicu kekhawatiran dari berbagai pihak yang menilai bahwa dana publik seharusnya tidak digunakan sebagai alat tekanan politik terhadap pemerintah lokal. Kritikus menyebut bahwa kebijakan seperti ini dapat merusak netralitas program-program federal yang semestinya fokus pada keselamatan publik dan bantuan darurat tanpa campur tangan ideologis.
Dengan menambahkan syarat anti-BDS dalam hibah bantuan bencana, pemerintah pusat tampaknya ingin memperkuat posisi politik luar negeri AS yang pro-Israel. Namun, pendekatan ini berpotensi menimbulkan ketegangan baru di tingkat lokal. Terutama bagi pemerintah daerah yang memiliki pandangan berbeda terhadap kebijakan luar negeri tersebut.
Meski sebagian besar negara bagian sudah sejalan dengan kebijakan anti-BDS. Kebijakan ini tetap menuai kritik karena dianggap membatasi kebebasan berekspresi dan pilihan politik pemerintah lokal. Banyak yang menilai bahwa tekanan semacam ini tidak seharusnya menjadi prasyarat dalam menerima bantuan yang menyangkut keselamatan dan kesejahteraan warga negara.
Simak Juga : Hadaka Matsuri: Festival Telanjang Penuh Keberanian di Jepang