American Party SC – Di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap kasus Jeffrey Epstein, Mahkamah Agung Amerika Serikat bersiap mempertimbangkan banding yang diajukan oleh Ghislaine Maxwell. Sosialita asal Inggris ini menjalani hukuman 20 tahun penjara setelah divonis bersalah oleh juri di New York pada tahun 2021 karena membantu Epstein dalam pelecehan seksual terhadap gadis remaja. Meskipun Mahkamah Agung sedang dalam masa reses musim panas, mereka diperkirakan akan memutuskan pada akhir September apakah akan menerima permohonan banding tersebut.
Tim pengacara Maxwell berargumen bahwa klien mereka seharusnya tidak dihukum karena perjanjian non-penuntutan yang dibuat oleh jaksa federal dengan Epstein pada tahun 2007 di Florida. Perjanjian tersebut menurut mereka juga mencakup perlindungan terhadap para rekan Epstein, termasuk Maxwell, dari penuntutan pidana di yurisdiksi lain. Dalam perjanjian tersebut, disebutkan bahwa pemerintah setuju untuk tidak menuntut siapa pun yang mungkin menjadi rekan konspirator Epstein.
Baca Juga : FEMA Langsung di Bawah Presiden AS untuk Efisiensi
Para ahli hukum melihat kemungkinan Mahkamah Agung akan meninjau kasus ini karena terdapat perbedaan pendapat di antara pengadilan banding di berbagai wilayah mengenai apakah perjanjian pembelaan di satu distrik dapat mengikat penuntutan di distrik lainnya. Mitchell Epner, mantan jaksa federal, menyebut bahwa perbedaan tersebut merupakan salah satu alasan penting bagi Mahkamah Agung untuk menerima kasus ini. Meski demikian, Departemen Kehakiman menyarankan agar Mahkamah Agung menolak banding tersebut. Dalam pernyataan resmi, mereka menegaskan bahwa isi dan ruang lingkup suatu perjanjian pembelaan bergantung pada kesepakatan pihak-pihak yang terlibat, bukan keputusan pengadilan.
Jika Mahkamah Agung memutuskan untuk menerima kasus ini, mereka akan mendengarkan argumen pada masa sidang yang dimulai Oktober, dan putusan diharapkan keluar sebelum Juni tahun berikutnya. Sejauh ini, Mahkamah Agung hanya menerima sebagian kecil dari ribuan permohonan banding yang diajukan setiap tahunnya. Setidaknya empat hakim harus menyetujui agar suatu kasus dapat disidangkan.
Kasus ini menjadi lebih kompleks karena beririsan dengan isu politik. Mantan Presiden Donald Trump dan pemerintahannya terus mendapat tekanan dari para pendukungnya untuk membuka lebih banyak informasi terkait penyelidikan terhadap Epstein. Pemerintah sempat menjanjikan akan merilis dokumen tambahan, namun membatalkan niat tersebut yang kemudian memicu kemarahan publik. Pertemuan yang berlangsung antara pengacara Trump dan Maxwell baru-baru ini juga menambah sorotan terhadap keterkaitan politik dalam kasus ini.
Maxwell sendiri ditangkap pada tahun 2020 dan divonis bersalah setahun kemudian. Jaksa menuduhnya telah membantu Epstein merekrut dan menyiapkan gadis-gadis remaja untuk dieksploitasi secara seksual antara tahun 1994 hingga 2004. Upaya banding sebelumnya yang diajukan ke Pengadilan Banding Sirkuit ke-2 AS juga ditolak. Dalam dokumen banding terbaru ke Mahkamah Agung, pengacara Maxwell, David Markus. Ia menekankan bahwa pemerintah tidak boleh melanggar janji yang sudah dibuat secara hukum. Ia menyatakan bahwa jika pemerintah diperbolehkan membuat janji kemudian mengingkarinya, hal tersebut akan melemahkan integritas sistem peradilan.
Dukungan terhadap banding ini juga datang dari Asosiasi Pengacara Pembela Pidana Nasional. Organisasi ini mewakili ribuan pembela umum, pengacara swasta, dosen hukum, dan hakim di seluruh Amerika Serikat. Mereka menyampaikan bahwa kasus ini menyangkut prinsip penting mengenai keabsahan perjanjian non-penuntutan yang banyak digunakan dalam sistem hukum pidana.
Sebagian pakar hukum seperti Profesor Daniel Richman dari Columbia Law School menyatakan bahwa kejanggalan dalam perjanjian Epstein di Florida. Mungkin justru membuat Mahkamah Agung enggan menangani kasus Maxwell. Ia menilai bahwa perlindungan terhadap rekan konspirator dalam perjanjian tersebut bukan praktik umum. Menurutnya, Mahkamah Agung bisa saja menghindari kasus ini karena dinilai tidak mewakili situasi hukum yang ideal untuk menetapkan preseden nasional.
Dengan berbagai faktor hukum dan politik yang terlibat, keputusan Mahkamah Agung atas banding Maxwell akan menjadi perhatian besar. Apakah pengadilan tertinggi negara itu bersedia meninjau kasus yang rumit ini akan segera terlihat dalam beberapa bulan ke depan.
Simak Juga : Outer Batik dengan Pilihan Elegan dan Stylish untuk Hijaber