American Party SC – Dalam langkah yang mengejutkan, Elon Musk, yang kini menjabat sebagai kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (Department of Government Efficiency/DOGE) dalam pemerintahan Presiden Donald Trump. Elon Musk mengeluarkan kebijakan baru yang menuntut semua pegawai federal untuk melaporkan pencapaian kerja mereka dalam waktu 48 jam. Jika tidak, mereka akan dianggap mengundurkan diri. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Musk melalui media sosial pada Sabtu, 22 Februari 2025, dan segera menimbulkan kebingungan serta perdebatan luas di berbagai instansi pemerintah.
Sejak pengumuman tersebut, berbagai lembaga federal utama, termasuk National Weather Service, Departemen Luar Negeri, dan sistem pengadilan federal, menghadapi ketidakpastian mengenai keabsahan perintah ini. Banyak pegawai dan pejabat senior yang mempertanyakan otoritas Musk dalam menerapkan kebijakan ini. Sementara yang lain menginstruksikan staf mereka untuk tidak menanggapi hingga ada klarifikasi lebih lanjut.
Langkah ini sejalan dengan agenda pemerintahan Trump yang berusaha merampingkan birokrasi dan mengurangi jumlah pegawai federal. Namun, kebijakan yang dianggap mendadak ini menimbulkan kegelisahan di kalangan pegawai pemerintah. Terutama karena belum ada panduan resmi mengenai cara melaksanakan perintah tersebut.
“Baca Juga: Komnas HAM Respon Kebijakan Pemerintah Soal Pemangkasan Anggaran HAM”
Serikat pekerja pegawai federal dengan cepat bereaksi terhadap kebijakan ini. Presiden American Federation of Government Employees (AFGE), Everett Kelley, menyatakan bahwa langkah Musk adalah bentuk “penghinaan total terhadap pegawai federal dan layanan penting yang mereka berikan kepada rakyat Amerika.” Menurutnya, kebijakan ini berisiko menyebabkan ketidakstabilan dalam pelayanan publik. Terutama di sektor-sektor yang menangani keamanan nasional, layanan kesehatan, dan infrastruktur publik.
Di sisi lain, para pakar hukum mempertanyakan otoritas hukum dari kebijakan ini. Beberapa pejabat lembaga seperti National Weather Service dan sistem pengadilan federal telah menyarankan pegawai mereka untuk tidak menanggapi perintah tersebut hingga ada kejelasan lebih lanjut dari Kantor Manajemen Personalia (Office of Personnel Management/OPM). Jika diterapkan tanpa dasar hukum yang jelas. Langkah ini bisa menghadapi tantangan hukum dari serikat pekerja dan kelompok hak asasi pegawai pemerintah.
Elon Musk dikenal dengan kebijakan manajerialnya yang tegas, terutama di perusahaan-perusahaannya seperti Tesla, SpaceX, dan X (dahulu Twitter). Pada tahun 2022, setelah mengakuisisi Twitter, Musk menerapkan kebijakan serupa, di mana karyawan yang tidak memenuhi standar kerja yang tinggi diberhentikan atau diminta bekerja lebih keras. Namun, menerapkan strategi semacam ini di pemerintahan federal yang memiliki sistem kerja birokratis yang kompleks tentu menimbulkan tantangan yang berbeda.
Dalam beberapa kesempatan, Musk menekankan bahwa “efisiensi adalah kunci keberhasilan pemerintahan” dan bahwa pegawai federal harus bekerja dengan standar yang lebih tinggi. Ia juga menyatakan bahwa “pegawai yang tidak dapat membuktikan kontribusi mereka dalam jangka waktu tertentu seharusnya tidak berada di pemerintahan.” Namun, pernyataan ini mendapat reaksi beragam dari berbagai kalangan. Terutama yang menilai bahwa sektor publik tidak dapat sepenuhnya dibandingkan dengan perusahaan swasta.
“Baca Juga: Dinamika Politik Militer AS: Pemecatan Jenderal CQ Brown oleh Presiden Trump”
Meskipun Gedung Putih menyatakan bahwa Musk hanya bertindak sebagai penasihat senior tanpa otoritas formal dalam pengambilan keputusan pemerintahan, pengaruhnya dalam kebijakan administrasi semakin dipertanyakan. Beberapa skenario yang mungkin terjadi dalam waktu dekat meliputi:
Kebijakan baru ini menunjukkan bagaimana pengaruh seorang pengusaha seperti Elon Musk dapat membawa perubahan besar dalam sistem pemerintahan, meskipun dengan risiko tinggi. Apakah kebijakan ini akan berhasil meningkatkan efisiensi pemerintahan, atau justru menimbulkan ketidakstabilan? Jawabannya masih menjadi perdebatan di kalangan pegawai federal dan pemimpin politik.