American Party SC – Partai Republik semakin dekat untuk mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) pemotongan pajak dan pengeluaran besar yang diusulkan oleh mantan Presiden Donald Trump. RUU tersebut berhasil melewati hambatan prosedural terakhir dalam pemungutan suara dini hari Kamis waktu setempat dengan hasil 219-213. Keberhasilan ini menandakan bahwa Partai Republik, meskipun menghadapi perpecahan internal, tetap mendorong RUU tersebut ke tahap pemungutan suara final di DPR AS.
Selama sesi maraton yang berlangsung semalaman, anggota parlemen memulai perdebatan resmi terhadap RUU tersebut. Meski belum ditentukan kapan pemungutan suara akhir akan dilaksanakan, kemajuan ini menjadi sinyal kuat bahwa partai mayoritas serius mengejar target pengesahan. RUU ini mencerminkan banyak agenda domestik utama Trump, termasuk perpanjangan pemotongan pajak dari tahun 2017 serta pemangkasan besar terhadap program-program sosial.
Baca Juga : Persidangan Diddy Combs: Kontroversi Prostitusi Hip-Hop
Saat matahari terbit di Washington, pemimpin minoritas DPR dari Partai Demokrat, Hakeem Jeffries, menyampaikan pidato panjang yang mengkritik keras isi RUU. Ia menyebut paket tersebut sebagai “hadiah untuk miliarder” dan bukan sebagai kebijakan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Amerika. Jeffries juga menyinggung nama julukan yang diberikan Trump pada RUU tersebut, yakni One Big Beautiful Bill, sebagai bentuk ironi terhadap dampaknya yang dianggap merugikan.
Penolakan keras dari Partai Demokrat tidak cukup untuk menghentikan laju RUU, mengingat Partai Republik menguasai DPR dengan komposisi suara 220-212. Meskipun demikian, Partai Republik hanya dapat kehilangan maksimal tiga suara internal untuk bisa meloloskan RUU tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa setiap suara sangat menentukan dalam proses legislatif kali ini.
RUU ini telah memicu perpecahan dalam tubuh Partai Republik, terutama terkait dampaknya terhadap defisit dan utang negara. Dalam dua dekade terakhir, isu pertumbuhan utang selalu menjadi kekhawatiran lintas partai. Namun RUU ini diperkirakan akan menambah utang negara sebesar $3,4 triliun, menjadikan total utang nasional mencapai $36,2 triliun. Selain itu, RUU juga akan memotong dana untuk program sosial seperti Medicaid, yang memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat berpendapatan rendah.
Beberapa anggota Partai Republik menyatakan penolakannya secara terbuka. Salah satunya adalah Senator Thom Tillis, yang bahkan memutuskan untuk tidak mencalonkan diri kembali setelah memberikan suara menentang RUU tersebut. Meskipun demikian, mantan Presiden Trump tetap berhasil mempertahankan dukungan dari sebagian besar anggota Partai Republik dalam setiap tahap pengesahan.
Pada hari Rabu, pemungutan suara berlangsung terbuka selama berjam-jam. Ketua DPR Mike Johnson bersama Gedung Putih aktif berdiskusi dengan para anggota yang belum menentukan sikap. Johnson menyampaikan optimismenya terhadap proses tersebut dan menyebut Trump sangat terlibat langsung, bahkan menelepon sejumlah anggota hingga Kamis pagi demi mengamankan dukungan.
Senat AS sebelumnya telah meloloskan RUU tersebut pada hari Selasa dengan selisih suara yang tipis. Perdebatan sengit terjadi terutama soal pemotongan anggaran Medicaid sebesar $900 juta. Jika DPR membuat perubahan terhadap isi RUU, maka Senat perlu melakukan pemungutan suara ulang, yang bisa menghambat target waktu Trump untuk mengesahkan undang-undang tersebut sebelum libur nasional 4 Juli.
Salah satu poin penting dalam RUU ini adalah peningkatan plafon utang negara sebesar $5 triliun. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah potensi gagal bayar yang bisa terjadi dalam waktu dekat. Namun, dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat juga menjadi sorotan. Kantor Anggaran Kongres memperkirakan bahwa sekitar 12 juta warga dapat kehilangan akses terhadap asuransi kesehatan akibat implementasi RUU ini.
Secara keseluruhan, RUU ini mencerminkan prioritas ekonomi Partai Republik dan Donald Trump. Selain perpanjangan pemotongan pajak, RUU juga mencakup pengurangan dana program bantuan pangan, peningkatan pendanaan kebijakan imigrasi yang ketat, serta penghapusan sejumlah insentif energi hijau. Semua hal ini memicu debat tajam antara dua kubu politik di Kongres.
Simak Juga : Perayaan Tsechu: Festival Penuh Warna yang Memikat di Bhutan