American Party SC – Dalam 100 hari pertamanya menjabat kembali sebagai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump langsung menunjukkan langkah tegas dan penuh muatan politik. Ia menggunakan kewenangan eksekutif untuk membalas para lawan politik yang selama ini ia anggap menghambat atau menyerangnya. Sejak hari pertama, Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang mengarahkan jaksa agung menelusuri lembaga-lembaga pemerintah untuk mencari bukti penyalahgunaan kekuasaan demi kepentingan politik di masa lalu.
Pada hari yang sama, staf Pentagon menurunkan potret Jenderal Mark Milley, yang dikenal sebagai salah satu pengkritik Trump saat menjabat Kepala Staf Gabungan. Malam harinya, Trump mencabut perlindungan keamanan untuk John Bolton, mantan penasihat keamanan nasionalnya yang menulis buku kritik terhadap Trump. Keputusan itu muncul setelah Departemen Kehakiman menyatakan bahwa Bolton menjadi target ancaman dari Iran.
Dalam seratus hari pertama masa jabatannya, Trump menunjukkan bahwa janji kampanye untuk membalas lawan politik bukan sekadar retorika. Tindakannya menyasar mantan pejabat intelijen yang pernah menyelidiki hubungan kampanyenya dengan Rusia, firma hukum besar, serta mantan pejabat pemerintahan Biden yang terlibat dalam kasus hukum terhadapnya.
Menurut para sejarawan, langkah yang diambil Trump berbeda dari presiden sebelumnya. Ia menggunakan seluruh kewenangan eksekutif secara langsung untuk menghukum, bukan hanya menghindari atau meminggirkan lawan. Ia mengandalkan perintah eksekutif untuk mencabut izin keamanan, memblokir akses ke gedung pemerintah, hingga memerintahkan penyelidikan terhadap mereka yang ia anggap sebagai ancaman.
Baca Juga : Partai Republik Terjepit di Isu Energi dan Pajak
Trump bahkan memulai penyelidikan terhadap negara bagian Maine setelah beradu argumen dengan gubernurnya, Janet Mills. Tiga departemen federal langsung melakukan investigasi terkait dugaan pelanggaran hak sipil. Trump menuntut permintaan maaf, dan ketika itu tak terpenuhi, dana sekolah untuk negara bagian tersebut mulai dibekukan.
Di hari pertamanya menjabat, Trump mencabut izin keamanan 50 mantan pejabat intelijen yang pernah menyebut Rusia berada di balik kasus laptop Hunter Biden. Ia juga mencabut izin bagi tiga lawan politik utamanya: Joe Biden, Hillary Clinton, dan Kamala Harris.
Fokus utama Trump adalah sistem peradilan pidana, terutama setelah mengklaim bahwa dakwaan terhadapnya bermuatan politik. Dalam pidatonya di Departemen Kehakiman, ia mengecam jaksa khusus Jack Smith yang mendakwanya terkait dokumen rahasia dan upaya menggagalkan hasil Pemilu 2020. Pemerintah sebelumnya membantah tuduhan ini.
Departemen Kehakiman di bawah kepemimpinan Trump telah memecat atau menurunkan puluhan pejabat, termasuk jaksa dan agen FBI yang terlibat dalam penyelidikan terkait dirinya. Para kritikus menyebut langkah-langkah ini sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Trump mengisi pemerintahan keduanya dengan loyalis yang dinilai akan lebih patuh dibandingkan dengan para profesional birokrasi di periode sebelumnya. Ia juga memecat sejumlah pengawas internal, termasuk inspektur jenderal dan pejabat etika.
Sejarawan menilai, meskipun semua presiden memiliki lawan politik, intensitas dan cakupan pembalasan Trump tergolong luar biasa. Presiden Richard Nixon pun, meski memiliki daftar musuh, cenderung merancang serangan secara rahasia dan sering kali dihambat oleh bawahannya.
Trump juga menargetkan firma hukum yang dianggap pernah bekerja untuk musuh politiknya. Ia mencabut izin keamanan pengacara dari Covington & Burling yang pernah mewakili Jack Smith. Bahkan, ia mengatakan akan mengirim pena yang ia gunakan untuk menandatangani perintah tersebut sebagai “hadiah” kepada Smith.
Lima firma hukum lain turut menjadi sasaran perintah eksekutif, sebagian karena pernah mempekerjakan tokoh seperti Robert Mueller. Untuk menghindari sanksi, sembilan firma hukum dilaporkan sepakat mendukung proyek-proyek pemerintah dengan nilai hampir satu miliar dolar dalam bentuk pekerjaan pro bono.
Trump juga memerintahkan penyelidikan terhadap mantan pejabat dari masa jabatannya terdahulu. Hal ini termasuk Christopher Krebs dan Miles Taylor, yang secara terbuka mengkritiknya. Ia menyebut Taylor sebagai pengkhianat dan menegaskan bahwa tindakannya bertujuan menegakkan keadilan.
Kebijakan ini menunjukkan bahwa Trump tidak hanya mengejar agenda kebijakan, tetapi juga pembalasan pribadi. Banyak pihak memperingatkan bahwa pola ini dapat mengganggu prinsip demokrasi dan memperlemah lembaga-lembaga negara yang seharusnya independen.
Simak Juga : Kerudung Pashmina: Panduan untuk Tampil Stylish dan Syar’i