American Party SC – Peristiwa serangan Israel di Doha pada 9 September 2025 langsung mengguncang dunia internasional. Serangan udara ini dikabarkan menargetkan sejumlah pemimpin senior Hamas yang tengah berada di Qatar untuk menghadiri pertemuan penting. Lokasi serangan berada di dekat ibu kota, Doha, yang selama ini dikenal sebagai pusat diplomasi Timur Tengah dan mediator utama dalam proses gencatan senjata.
Menurut laporan media internasional, akibat serangan tersebut enam orang dinyatakan tewas, termasuk beberapa aparat keamanan Qatar. Namun, para pemimpin Hamas yang menjadi target utama dilaporkan selamat. Kejadian ini segera menuai kecaman global karena dianggap melanggar kedaulatan negara berdaulat sekaligus mengancam stabilitas kawasan.
Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyampaikan pernyataan keras terkait serangan Israel di Doha. Ia menyebut tindakan Israel itu sebagai langkah yang tidak menguntungkan dan berpotensi merusak berbagai upaya diplomatik yang sedang berjalan. Trump bahkan menggunakan istilah “very unhappy” untuk menggambarkan kekecewaannya terhadap keputusan yang diambil oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Trump menegaskan bahwa dirinya tidak memberikan lampu hijau untuk operasi tersebut. Menurutnya, Israel bertindak sepihak tanpa berkonsultasi dengan pihak Washington. Ia bahkan telah menginstruksikan utusannya, Steve Witkoff, untuk memperingatkan Qatar mengenai ancaman serangan, meskipun peringatan itu datang terlambat dan tidak mampu menghentikan peristiwa tragis tersebut.
Baca Juga : Revisi Data Tenaga Kerja AS: Sinyal Awal Pelemahan Ekonomi Amerika
Serangan ini bukan hanya berdampak pada korban jiwa, tetapi juga menimbulkan gejolak diplomasi internasional. Qatar, yang selama ini berperan sebagai mediator antara Hamas dan Israel, merasa kedaulatannya dilanggar. Hal ini memunculkan kemungkinan Qatar menarik diri dari peran mediator, yang tentu akan menyulitkan proses negosiasi gencatan senjata di masa depan.
Dari sisi Amerika Serikat, serangan ini menimbulkan dilema tersendiri. Meski Israel merupakan sekutu dekat, tindakan unilateral seperti ini membuat hubungan diplomatik menjadi lebih rumit. Gedung Putih melalui juru bicaranya menyebut serangan tersebut sebagai “unfortunate incident” dan menegaskan bahwa langkah tersebut tidak membawa manfaat bagi Israel maupun Amerika Serikat.
Beberapa dampak diplomatik yang muncul antara lain:
Keretakan hubungan AS–Israel akibat tindakan tanpa koordinasi.
Tekanan pada Qatar yang merasa terancam dan dirugikan sebagai tuan rumah.
Gangguan proses gencatan senjata karena mediator kehilangan kepercayaan.
Selain Trump, berbagai negara juga mengutuk serangan Israel di Doha. Indonesia menyatakan bahwa tindakan Israel merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan kedaulatan Qatar. Pernyataan serupa juga datang dari negara-negara Arab dan sejumlah anggota Uni Eropa yang khawatir serangan ini akan memperburuk konflik di Timur Tengah.
Hamas sendiri menuduh Israel melakukan pembunuhan politik yang terencana. Menurut mereka, serangan itu bertujuan untuk menggagalkan proses negosiasi damai yang sedang difasilitasi oleh Qatar dan Amerika Serikat. Kritik juga diarahkan kepada Israel karena memilih melakukan serangan di negara ketiga, yang berisiko menambah daftar musuh diplomatik di kawasan.
Beberapa reaksi internasional dapat dirangkum sebagai berikut:
Indonesia: menyebut serangan sebagai pelanggaran hukum internasional.
Negara-negara Arab: menilai Israel sengaja melemahkan peran Qatar sebagai mediator.
Uni Eropa: mengingatkan bahwa langkah militer semacam ini hanya memperburuk eskalasi.
Pertanyaan besar kini muncul: bagaimana masa depan proses damai setelah Serangan Israel di Doha? Trump sendiri menekankan bahwa serangan ini justru menghambat upaya diplomatik menuju gencatan senjata. Ia menilai fokus harus kembali pada proses negosiasi, bukan aksi militer yang memperlebar konflik.
Keputusan Israel ini dipandang sebagai langkah berisiko tinggi. Jika Qatar benar-benar menarik diri dari proses mediasi, maka akan semakin sulit menemukan pihak ketiga yang dipercaya oleh kedua belah pihak. Situasi ini berpotensi memperpanjang konflik, mengurangi peluang pertukaran tahanan, serta menambah beban kemanusiaan di kawasan.
Simak Juga : PM Nepal KP Sharma Oli Mengundurkan Diri, Demo Chaos dan Rumahnya Dibakar
Serangan Israel di Doha menjadi salah satu peristiwa paling kontroversial di tahun 2025. Selain menimbulkan korban jiwa, serangan ini memperumit hubungan diplomatik antara Israel, Amerika Serikat, dan Qatar. Donald Trump secara terbuka mengecam langkah tersebut, menegaskan bahwa AS tidak terlibat dan justru khawatir terhadap dampak negatifnya.
Dengan meningkatnya kecaman dari berbagai negara, serangan ini berpotensi menciptakan krisis baru di kawasan Timur Tengah. Masa depan perdamaian kini sangat bergantung pada apakah Qatar tetap mau menjadi mediator, dan apakah Israel bersedia menahan diri dari langkah unilateral serupa.