American Party SC – Di bawah terik matahari Alabama, proyek konstruksi pusat rekreasi seluas 84.000 kaki persegi di dekat Mobile menghadapi tantangan serius. Proyek senilai $20 juta ini awalnya berjalan tepat waktu dan sesuai anggaran. Namun, situasi berubah drastis setelah penggerebekan ICE di lokasi berbeda di Florida, sekitar 370 kilometer dari lokasi tersebut. Akibatnya, lebih dari separuh pekerja di lokasi proyek menghilang karena ketakutan, menyebabkan penundaan pekerjaan selama tiga minggu.
Robby Robertson, pengawas proyek, mengungkapkan bahwa sebagian besar pekerjanya adalah imigran dari Meksiko dan Amerika Tengah. Setelah sekitar 100 orang ditahan dalam penggerebekan ICE di Tallahassee pada akhir Mei, banyak dari mereka tidak kembali bekerja. Hingga tujuh minggu kemudian, hanya sebagian yang kembali, dan tim-tim penting seperti bagian atap kini hanya memiliki separuh tenaga. Akibatnya, banyak pekerjaan seperti pemasangan atap, listrik, perpipaan, dan peralatan olahraga tertunda, bahkan beberapa area terkena hujan karena belum tertutup atap.
Baca Juga : Diterpa Isu Epstein dan Protes Publik, Trump Habiskan Waktu Bermain Golf
Robertson memperkirakan perusahaan bisa menanggung kerugian hingga \$84.000 akibat keterlambatan tersebut. Meskipun perusahaan telah menggunakan sistem E-Verify untuk memverifikasi status legal para pekerja, banyak di antara mereka tetap takut akan ditangkap hanya karena penampilan atau warna kulit mereka. Bahkan pekerja legal pun merasa tidak aman.
Kasus ini bukanlah kejadian tunggal. Berdasarkan wawancara Reuters dengan pelaku industri konstruksi, penggerebekan ICE telah menyebabkan gangguan besar di berbagai lokasi di AS, termasuk Texas, Florida, dan California. Industri konstruksi dianggap sangat rentan karena jumlah pekerja imigran ilegalnya sangat tinggi, diperkirakan mencapai 1,4 juta orang dari total 11 juta imigran ilegal di AS.
Jim Tobin, CEO National Association of Home Builders, menyatakan bahwa ancaman penggerebekan membuat pekerja enggan datang ke lokasi kerja. Banyak kru tidak hadir secara keseluruhan karena ketakutan. Kekurangan pekerja berdampak pada keterlambatan proyek dan pembengkakan biaya, memperparah masalah kekurangan tenaga kerja terampil yang sudah ada sebelumnya.
Di sisi lain, juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri, Tricia McLaughlin, menyebut penggerebekan ini bertujuan mencegah perdagangan tenaga kerja dan eksploitasi. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum di tempat kerja adalah bagian penting dari upaya menjaga keamanan nasional dan stabilitas ekonomi.
Namun, di lapangan, dampaknya sangat terasa. Brent Taylor, pemilik perusahaan konstruksi di Tampa, Florida, menyebutkan bahwa penggerebekan membuat upah pekerja naik tajam. Pekerja subkontrak yang tersisa menuntut bayaran lebih tinggi, antara \$400 hingga \$500 per hari, karena mereka menilai pekerjaan kini lebih berisiko. Akhirnya, kenaikan biaya ini dibebankan ke pelanggan.
Beberapa pelaku industri, termasuk dari sektor konstruksi, pertanian, dan perhotelan, telah bertemu dengan pejabat pemerintah untuk meminta reformasi kebijakan. Mereka mendorong agar pekerja imigran yang telah lulus pemeriksaan latar belakang diberi status kerja legal sementara. Namun, usulan ini kemungkinan tidak akan disetujui oleh Kongres karena adanya penolakan dari sebagian besar legislator Partai Republik terhadap kebijakan semacam ini.
Brian Turmail dari Associated General Contractors of America mengatakan bahwa selama 40 tahun terakhir. Tidak ada upaya besar untuk melatih warga negara AS dalam keterampilan konstruksi. Pemerintah lebih memilih kebijakan yang mendorong warga berpenghasilan rendah untuk bekerja demi menerima tunjangan, daripada membuka jalur legal bagi pekerja imigran.
Harrison, CEO perusahaan konstruksi di Alabama, mengakui bahwa banyak kontraktor kini menghadapi kelebihan biaya. Serta keterlambatan karena ketakutan yang menyebar luas di kalangan pekerja. Meski sebagian besar pelaku industri adalah pendukung kebijakan imigrasi ketat, mereka sadar bahwa sektor konstruksi sangat bergantung pada pekerja imigran. Ketergantungan ini membuat sektor tersebut rentan terhadap kebijakan penegakan hukum imigrasi yang agresif.
Simak Juga : Tradisi Lempar Bayi dari Kuil: Tradisi Ekstrem yang Masih Hidup di India