American Party SC – Pemerintahan Presiden Donald Trump telah mengerahkan ribuan agen federal untuk memperketat penegakan hukum terhadap imigran ilegal di Amerika Serikat. Upaya ini melibatkan berbagai lembaga penegak hukum yang sebelumnya memiliki fokus pada bidang lain. Seperti penanganan kejahatan keuangan, peredaran narkoba, hingga eksploitasi anak. Langkah ini menandai perombakan besar dalam kebijakan keamanan dalam negeri sejak serangan teroris 11 September 2001.
Dalam operasi yang sedang berlangsung, agen dari Biro Investigasi Federal (FBI), Badan Penegakan Narkoba (DEA). Serta Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF) telah dialihkan tugasnya untuk menindak imigran yang tidak memiliki dokumen resmi. Beberapa agen yang biasanya bertugas dalam penyelidikan pencucian uang atau kasus pelecehan anak kini dikerahkan untuk menggerebek restoran dan bisnis kecil guna mencari pekerja ilegal. Sementara itu, petugas yang menangani pengedar narkoba dan kejahatan finansial juga ditugaskan kembali untuk menegakkan hukum imigrasi.
Keputusan ini menuai beragam reaksi. Theresa Cardinal Brown, mantan pejabat Keamanan Dalam Negeri yang bekerja di bawah pemerintahan Republik dan Demokrat. Ia menyatakan bahwa belum pernah ada kebijakan yang mengarahkan begitu banyak sumber daya federal untuk penegakan imigrasi. Senator Demokrat Dick Durbin mengkritik langkah ini sebagai pengalihan sumber daya yang tidak efektif, yang justru menghambat upaya pemberantasan kejahatan lainnya. Sebaliknya, Wakil Jaksa Agung AS Todd Blanche membela kebijakan ini dengan menegaskan bahwa prioritas imigrasi tidak akan mengurangi upaya dalam menindak kejahatan lain.
Trump berjanji untuk mendeportasi jutaan imigran ilegal dan menganggap mereka sebagai ancaman terhadap keamanan dan ekonomi negara. Meski klaim ini tidak didukung oleh statistik pemerintah, pemerintahannya tetap berupaya menegakkan kebijakan imigrasi yang lebih ketat. Pada hari pertama menjabat kembali, Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengarahkan lembaga federal untuk bekerja sama dalam upaya ini. Sejak itu, media sosial dibanjiri gambar para agen federal yang mengenakan seragam bertuliskan nama lembaga mereka saat melakukan penggerebekan.
Baca Juga : Pemblokiran Deportasi oleh Hakim AS
Sebelumnya, penegakan hukum imigrasi hanya menjadi tugas utama dua lembaga, yaitu Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) serta Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP). Namun, sejak perubahan kebijakan, banyak lembaga lain dilibatkan dalam upaya ini. ATF, yang biasanya menangani pelanggaran senjata api dan penyelundupan alkohol, kini mengalihkan sekitar 80% dari 2.500 agennya untuk memburu imigran ilegal. Begitu pula dengan DEA, yang telah mengalihkan sekitar seperempat tenaga kerjanya untuk operasi imigrasi.
Banyak agen yang ditugaskan dalam operasi ini tidak memiliki pengalaman atau pelatihan khusus dalam hukum imigrasi. Misalnya, 2.500 agen Dinas Keamanan Departemen Luar Negeri yang biasanya melindungi diplomat kini diminta untuk membantu menemukan dan menangkap imigran ilegal. Laporan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) mengungkapkan bahwa agen dari berbagai lembaga telah menerima pelatihan baru, termasuk teknik “ketuk dan bicara” untuk memancing imigran keluar dari rumah mereka serta prosedur penggeledahan dan penangkapan tanpa surat perintah.
Dampak dari kebijakan ini mulai terasa di berbagai bidang penegakan hukum. Banyak sumber daya yang sebelumnya digunakan untuk menyelidiki kejahatan lain kini dialihkan untuk menegakkan hukum imigrasi. Beberapa agen yang sebelumnya bertugas menangani eksploitasi seksual anak kini harus bekerja dalam operasi deportasi. Data DHS menunjukkan bahwa selama dua tahun terakhir, tim ini telah membantu lebih dari 3.000 anak korban kejahatan, dan perubahan tugas mereka dapat memperpanjang penderitaan beberapa korban.
Selain itu, agen khusus IRS yang biasanya menangani kejahatan pajak juga dialihkan ke operasi imigrasi. Elaine Maag, peneliti senior di Urban-Brookings Tax Policy Center, menyebut perubahan ini memiliki konsekuensi serius, karena penyelidikan keuangan yang kompleks kini tertunda. IRS sendiri tidak memberikan tanggapan atas kebijakan ini.
Jaksa federal juga merasakan dampak dari lonjakan kasus imigrasi. Di beberapa wilayah, jumlah kasus pidana imigrasi meningkat drastis. Di San Diego, jumlah terdakwa kasus imigrasi meningkat empat kali lipat dibanding tahun sebelumnya, sementara jumlah kasus narkoba menurun. Begitu pula di Detroit, di mana penuntutan kasus imigrasi meningkat signifikan. Beberapa agen DEA bahkan diminta membuka kembali kasus lama yang sebelumnya ditolak jaksa, asalkan tersangka terbukti sebagai imigran ilegal.
Pemerintah Trump menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan melindungi warga negara dan memastikan imigrasi yang sah. Meskipun jumlah migran yang mencoba masuk ke AS menurun drastis, tingkat deportasi belum mengalami lonjakan yang signifikan. Para ahli memperkirakan jumlah deportasi akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang, seiring dengan semakin luasnya operasi penegakan hukum ini.
Meski kebijakan ini mendapat tentangan dari berbagai pihak, pemerintah tetap melanjutkan langkah-langkahnya. Dalam surel internal ICE pada Januari lalu, pemerintah menyatakan bahwa semua posisi di ICE dikecualikan dari pemangkasan tunjangan pensiun federal. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan penegakan imigrasi tetap menjadi prioritas utama di bawah pemerintahan Trump.
Simak Juga : Perjalanan Umrah Perdana Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon