American Party SC – TikTok tidak tersedia di App Store milik Apple dan Google Play di Amerika Serikat pada 20 Januari 2025. Meskipun Presiden Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang menunda pelaksanaan larangan. Larangan tersebut terhadap aplikasi video pendek populer milik China tersebut selama 75 hari.
Perintah eksekutif ini muncul di tengah meningkatnya ketidakpastian terkait masa depan aplikasi tersebut. TikTok sempat tidak dapat diakses pada Sabtu malam, sebelum undang-undang yang mengutip alasan keamanan nasional mengharuskan perusahaan induknya, ByteDance, untuk menjual TikTok atau menghadapi larangan penuh di AS, mulai berlaku pada hari Minggu.
Meskipun TikTok kembali beroperasi setelah adanya jaminan dari Trump bahwa perusahaan tersebut. Serta mitra-mitranya tidak akan dikenai denda besar untuk menjaga aplikasi tetap berjalan, aplikasi tersebut belum kembali tersedia di toko aplikasi.
Beberapa analis memperkirakan keterlambatan ini disebabkan oleh Google dan Apple yang mungkin menunggu perlindungan tambahan sebelum melewati larangan tersebut. Larangan ini memberlakukan hukuman kepada perusahaan teknologi yang menghosting atau mendistribusikan aplikasi yang terkena aturan tersebut.
Saat ini, App Store Apple menyatakan bahwa TikTok dan aplikasi lain milik ByteDance tidak tersedia di negara atau wilayah tertentu, termasuk Amerika Serikat. Sementara itu, Google Play Store memberikan keterangan bahwa unduhan aplikasi ini dihentikan sementara akibat persyaratan hukum yang berlaku di AS.
Baca Juga : Trump Kembali ke Gedung Putih dengan Janji Perubahan Besar
Baik Google, Apple, maupun aplikasi ini belum memberikan komentar resmi terkait situasi ini. Keadaan ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan mengenai bagaimana aplikasi ini akan tetap beroperasi di pasar AS tanpa melanggar peraturan pemerintah yang berlaku.
Bill Ford, CEO dari General Atlantic yang merupakan salah satu investor TikTok, menyampaikan pandangannya kepada CNBC pada hari Selasa. Menurutnya, ada berbagai cara untuk mengubah kepemilikan TikTok di AS tanpa harus menjual perusahaan secara langsung. Ia menyatakan bahwa perubahan tersebut tidak harus selalu berupa divestasi. Sehubungan dengan menambahkan bahwa 60% dari perusahaan induk TikTok, ByteDance, sebenarnya dimiliki oleh pemegang saham non-China.
Perdebatan seputar TikTok di AS telah menjadi perhatian global karena mencerminkan ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China. Pemerintah AS mengklaim bahwa TikTok, melalui data yang dikumpulkan dari pengguna Amerika. Hal ini dapat menjadi ancaman terhadap keamanan nasional jika informasi tersebut jatuh ke tangan pemerintah China. Namun, TikTok berulang kali membantah tuduhan ini, dengan menyatakan bahwa mereka memiliki langkah-langkah perlindungan data ketat. Serta tidak akan memberikan data pengguna kepada pemerintah mana pun.
Langkah pemerintah AS ini juga menimbulkan perdebatan mengenai kebebasan internet dan implikasi bagi aplikasi lain yang dimiliki oleh perusahaan asing. Banyak yang mempertanyakan apakah pendekatan ini dapat menjadi preseden bagi langkah serupa terhadap aplikasi atau layanan teknologi dari negara lain di masa mendatang.
Situasi ini juga membawa dampak ekonomi yang signifikan bagi TikTok dan para mitra bisnisnya, termasuk kreator konten, pengiklan. Serta perusahaan teknologi yang bekerja sama dengan aplikasi tersebut. Dengan lebih dari 100 juta pengguna aktif di AS, TikTok telah menjadi salah satu platform media sosial yang sangat populer, terutama di kalangan anak muda. Ketidakpastian terkait masa depan aplikasi ini menciptakan tantangan besar bagi komunitas kreatif yang bergantung pada platform tersebut untuk menjangkau audiens mereka.
Saat ini, belum jelas bagaimana situasi ini akan berkembang. Pemerintah AS, perusahaan teknologi besar, dan ByteDance masih berupaya mencari solusi yang dapat memenuhi kebutuhan semua pihak. Di tengah berbagai upaya diplomasi dan hukum, masa depan TikTok di Amerika Serikat tetap menjadi tanda tanya besar, dan keputusan yang diambil dalam beberapa bulan ke depan akan memiliki dampak jangka panjang bagi industri teknologi global.
Simak Juga : Pendidikan Indonesia 2025: Membangun Generasi Unggul di Era Global