American Party SC – Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengumumkan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran undang-undang terorisme. Selama aksi protes di Universitas Columbia yang menyoroti konflik di Gaza. Wakil Jaksa Agung Todd Blanche menyatakan bahwa penyelidikan ini merupakan bagian dari upaya pemerintahan Presiden Donald Trump. Untuk mengatasi antisemitisme di Amerika Serikat. Ia menegaskan bahwa langkah ini adalah tindakan balasan yang sudah lama tertunda.
Namun, para aktivis hak sipil mengkritik langkah tersebut dengan menyebut bahwa aksi protes dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi. Yang menjamin kebebasan berbicara. Keputusan ini juga menunjukkan bahwa pemerintahan Trump semakin menekan aktivis mahasiswa pro-Palestina serta kebijakan universitas yang dianggap mendukung antisemitisme.
Pemerintah federal telah memberi tahu Universitas Columbia bahwa institusi tersebut harus menerapkan sejumlah perubahan kebijakan. Sebelum dapat kembali menerima dana federal sebesar 400 juta dolar AS, yang ditangguhkan pekan lalu. Tuntutan ini disampaikan dalam sebuah surat yang dikirim pada hari Kamis, bertepatan dengan penggeledahan asrama mahasiswa oleh agen federal. Penggeledahan tersebut terjadi hanya satu minggu setelah Mahmoud Khalil. Seorang aktivis yang memimpin protes di Columbia tahun lalu, ditahan oleh agen imigrasi dalam upaya deportasi yang hingga kini masih tertahan di pengadilan federal.
Departemen Pendidikan juga mengumumkan bahwa mereka sedang menyelidiki 60 sekolah atas dugaan toleransi terhadap lingkungan yang tidak bersahabat bagi mahasiswa Yahudi. Selain itu, mereka juga menginvestigasi 45 universitas yang diduga memiliki program keberagaman yang menetapkan kelayakan berdasarkan ras, yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964.
Baca Juga : PHK Massal Oleh Trump Berlanjut Meski Ada Putusan Pengadilan
Demonstrasi di kampus Columbia yang menjadi sorotan federal berawal dari serangan Hamas terhadap Israel pada Oktober 2023. Yang kemudian diikuti oleh serangan balasan Israel terhadap Gaza dengan dukungan Amerika Serikat. Para pengunjuk rasa menuntut agar dana abadi universitas tidak lagi diinvestasikan dalam kepentingan. Yang mendukung Israel serta meminta pemerintah AS menghentikan bantuan militer kepada negara tersebut. Pemerintahan Trump menuduh Columbia tidak menangani aksi protes ini dengan cukup tegas. Terutama terkait pendirian kamp protes selama berminggu-minggu dan pendudukan singkat sebuah bangunan kampus.
Sebagai tanggapan, pihak universitas menegaskan bahwa mereka telah berupaya memberantas antisemitisme. Tetapi juga berusaha melindungi kebebasan akademik dari campur tangan pemerintah. Presiden sementara Universitas Columbia, Katrina Armstrong, mengonfirmasi bahwa penggeledahan asrama dilakukan oleh agen Departemen Keamanan Dalam Negeri dengan surat perintah pengadilan federal. Ia menegaskan bahwa tidak ada mahasiswa yang ditahan maupun barang yang disita selama penggeledahan tersebut.
Brian Hauss, pengacara senior dari American Civil Liberties Union yang juga bagian dari tim hukum Khalil, menyatakan bahwa penyelidikan ini merupakan tindakan yang keliru. Ia menekankan bahwa Amandemen Pertama Konstitusi tidak bisa digunakan untuk menyamakan dukungan terhadap Palestina dengan dukungan terhadap Hamas.
Selain penggeledahan, pemerintah juga mengeluarkan sejumlah tuntutan terhadap Universitas Columbia, termasuk perlunya definisi resmi mengenai antisemitisme, larangan penggunaan topeng yang bertujuan menyembunyikan identitas atau mengintimidasi, serta penempatan Departemen Studi Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika di bawah kepengurusan akademis yang lebih ketat. Pemerintah juga meminta agar Columbia menyesuaikan kebijakan penerimaan dan perekrutan mahasiswa internasional dengan hukum federal, meskipun tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai hal ini.
Dalam pernyataannya, pihak universitas menyatakan bahwa mereka sedang meninjau surat dari pemerintah dan tetap berkomitmen untuk menjalankan misinya serta mendukung mahasiswanya. Mereka juga menegaskan akan terus menindak segala bentuk diskriminasi dan kebencian di lingkungan kampus. Columbia telah menerapkan berbagai sanksi, termasuk skorsing, pengusiran, dan pencabutan gelar terhadap mahasiswa yang terlibat dalam aksi pendudukan gedung tahun lalu, meskipun tidak merinci jumlah mahasiswa yang terkena hukuman.
Aksi protes atas penahanan Mahmoud Khalil terus berlanjut di gerbang utama Universitas Columbia. Salah seorang mahasiswa pascasarjana yang hanya ingin disebut dengan nama Demetri mengungkapkan bahwa situasi di kampus semakin tegang. Ia menegaskan bahwa pemerintah federal tidak berhak mendikte kebijakan akademik, termasuk siapa yang boleh diterima dan diajarkan di universitas tersebut.
Simak Juga : Widy Vierratale Berangkat Umroh, Tampil Anggun dan Penuh Haru