American Party SC – Di ladang stroberi Oxnard, California, ketakutan melanda para pekerja imigran akibat maraknya penggerebekan imigrasi. Flor, seorang imigran asal Meksiko yang bekerja memetik stroberi, merasakan tekanan luar biasa yang kini membayangi komunitas buruh tani. Penggerebekan imigrasi membuat banyak dari mereka merasa tidak aman meskipun memiliki izin kerja. Flor tetap cemas akan kemungkinan ditangkap dan dideportasi, terutama karena ia adalah ibu tunggal dari tiga anak perempuan yang merupakan warga negara Amerika Serikat.
Flor menceritakan bahwa ketakutan ini sangat berdampak pada anak-anak para buruh. Banyak dari mereka mulai merasa depresi karena takut kehilangan orang tuanya. Setiap kali Flor meninggalkan rumah, ketiga anaknya selalu mengingatkan agar berhati-hati karena takut sang ibu akan ditangkap dan dikirim kembali ke Meksiko. Setiap sore saat ia kembali ke rumah, rasa lega dan haru muncul ketika melihat anak-anaknya menyambutnya dengan penuh kekhawatiran yang perlahan sirna.
Sejak awal masa jabatannya, Presiden Donald Trump meningkatkan penegakan hukum imigrasi dengan target mendeportasi sebanyak mungkin imigran ilegal. Kebijakan ini mengundang kekhawatiran dari para petani yang sangat bergantung pada pekerja imigran. Mereka memperingatkan bahwa penggerebekan ini dapat mengganggu pasokan pangan nasional dan menghancurkan bisnis pertanian mereka.
Baca Juga : Jaksa Agung AS Hentikan Kasus Dokter Skandal Vaksin COVID
Trump sempat menyatakan akan meluncurkan program untuk mempertahankan sebagian tenaga kerja pertanian, namun belum ada kebijakan yang diajukan secara resmi. Sementara itu, Menteri Pertanian saat itu menegaskan tidak akan ada kebijakan amnesti. Penangkapan pelanggar imigrasi meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya, meskipun jumlah pasti buruh tani yang terkena belum diketahui.
Salah satu penggerebekan di perkebunan ganja dekat Los Angeles memicu protes besar. Di Oxnard, banyak warga memilih tidak keluar rumah selama berminggu-minggu. Beberapa bahkan berhenti bekerja karena takut akan penangkapan. Flor menyaksikan sendiri bagaimana rekan-rekan kerjanya, termasuk para lansia, menangis ketakutan ketika melihat mobil petugas imigrasi melintas.
Flor mengaku tidak memiliki harapan besar akan perubahan, namun ia tetap berdoa agar pemerintah membuka hati dan melaksanakan reformasi imigrasi. Ia dan banyak buruh lainnya datang ke Amerika bukan untuk mencari masalah, melainkan untuk mengejar mimpi dan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka.
Presiden serikat pekerja United Farm Workers, Teresa Romero, menekankan bahwa pemerintah seharusnya tidak mendeportasi tenaga kerja berpengalaman yang sudah bertahun-tahun berkontribusi di bidang pertanian. Romero menyatakan bahwa mereka sedang bekerja sama dengan anggota Kongres untuk memperjuangkan RUU Modernisasi Tenaga Kerja Pertanian, yang diharapkan dapat melindungi hak para pekerja. RUU ini telah didukung oleh beberapa anggota Partai Republik dan diajukan oleh anggota Kongres dari Partai Demokrat, namun kemungkinan baru akan disahkan dalam beberapa tahun mendatang.
Gedung Putih sendiri sempat menyatakan bahwa Stephen Miller, arsitek kebijakan imigrasi Trump, memilih untuk tidak terlalu menargetkan sektor pertanian karena pekerjanya sulit digantikan. Meski demikian, ketegangan tetap tinggi di kalangan pekerja.
Flor, yang hanya memperoleh penghasilan sekitar 2.000 dolar per bulan, harus membayar sewa sebesar 1.250 dolar dan pengasuh anak 250 dolar per minggu. Kadang, ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan. Pekerjaan fisik yang berat, seperti jongkok berjam-jam dan mengangkat beban puluhan pon. Hal ini membuatnya semakin lelah dan sulit meluangkan waktu bersama anak-anak.
Romero menambahkan bahwa anak-anak korban deportasi mengalami trauma mendalam. Beberapa dari mereka hanya bisa berkata bahwa mereka ingin ayah mereka kembali. Ia menegaskan bahwa anak-anak yang merupakan warga negara Amerika tidak pantas tumbuh dalam ketakutan. Jika tidak ada perubahan kebijakan, penderitaan para keluarga pekerja ini akan terus berlanjut.
Simak Juga : Makna dan Peran Dupa dalam Kepercayaan Buddhis