American Party SC – Pasar tenaga kerja Amerika Serikat tetap menunjukkan ketahanan meski ada perlambatan pertumbuhan lapangan kerja pada April. Pengusaha masih cenderung mempertahankan tenaga kerja mereka, meskipun tekanan dari kebijakan perdagangan yang proteksionis mulai memperbesar ketidakpastian ekonomi.
Data dari Departemen Tenaga Kerja yang dirilis Jumat lalu menunjukkan bahwa tingkat pengangguran tetap stabil di angka 4,2 persen. Angka ini menenangkan kekhawatiran pasar akan risiko resesi, terlebih setelah Produk Domestik Bruto (PDB) AS mengalami kontraksi pada kuartal pertama akibat lonjakan impor yang dipicu tarif. Meski begitu, dampak penuh dari kebijakan tarif Presiden Donald Trump belum sepenuhnya tercermin dalam laporan ketenagakerjaan bulan ini.
Federal Reserve diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 4,25% hingga 4,50% karena stabilnya pasar tenaga kerja. Kepala riset ekonomi AS dari Fitch Ratings, Olu Sonola, menyatakan bahwa kata kunci dari laporan kali ini adalah “ketahanan” bukan “resesi”. Namun, ia juga menekankan perlunya kehati-hatian karena kebijakan perdagangan dapat menekan perekonomian dalam waktu dekat.
Jumlah pekerjaan nonpertanian meningkat sebanyak 177.000 pada bulan April, sedikit menurun dari pertumbuhan 185.000 pada Maret. Perkiraan awal para ekonom memperkirakan hanya akan ada tambahan 130.000 lapangan kerja. Revisi juga dilakukan terhadap data Februari, yang menunjukkan angka lebih rendah, yaitu hanya 102.000 pekerjaan baru.
Baca Juga : Kamala Harris Kembali ke Panggung Politik Nasional
Perekonomian AS diperkirakan memerlukan sekitar 100.000 pekerjaan baru setiap bulan untuk menyesuaikan diri dengan pertumbuhan penduduk usia kerja. Dalam survei rumah tangga, tercatat ada peningkatan jumlah pekerja sebanyak 436.000 orang, yang menyerap sebagian besar dari 518.000 pendatang baru di angkatan kerja.
Sektor kesehatan terus mendominasi penciptaan lapangan kerja, dengan 51.000 posisi baru di rumah sakit dan layanan rawat jalan.transportasi dan pergudangan menyumbang 29.000 pekerjaan, terutama di bidang kurir, penyimpanan, dan transportasi udara. Industri keuangan juga menunjukkan pertumbuhan sebesar 14.000 pekerjaan, diikuti oleh sektor bantuan sosial dengan 8.000 pekerjaan tambahan. Pemerintah daerah dan negara bagian juga menambah 10.000 pekerjaan, namun sektor pemerintah federal justru kehilangan 9.000 posisi.
Sejak Januari, total pegawai federal telah menurun 26.000 orang. Penurunan ini terjadi di tengah upaya radikal dari Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE) yang dipimpin oleh Elon Musk. Yang bertujuan mengecilkan skala birokrasi federal. Meski demikian, banyak dari pegawai yang diberhentikan tetap tercatat sebagai pekerja aktif karena adanya status cuti berbayar atau tawaran pembelian pensiun dini.
Sementara itu, upah pekerja manufaktur mengalami penurunan, yang mencerminkan tekanan dari tarif tinggi atas barang-barang impor. Pengenaan tarif yang drastis terhadap produk dari negara mitra dagang, termasuk Tiongkok, telah memicu perang dagang dan menambah beban ekonomi. Pemerintah AS kemudian menunda kenaikan tarif selama 90 hari untuk memberikan waktu negosiasi, namun ketidakpastian tetap tinggi dan aktivitas bisnis terganggu.
Dampak kebijakan ini mulai terasa di sektor korporasi. Beberapa maskapai besar telah menarik proyeksi keuangan mereka untuk tahun 2025 karena keraguan terhadap belanja konsumen, terutama di sektor perjalanan. General Motors juga menurunkan target laba dan memperkirakan kerugian hingga lima miliar dolar akibat tarif. Tiongkok bahkan memerintahkan maskapai domestiknya untuk menghentikan pembelian pesawat Boeing. Sementara Ryanair mengancam akan membatalkan pesanan jika harga naik karena perang dagang.
Sejumlah survei ekonomi dari berbagai institusi seperti Institute for Supply Management dan University of Michigan juga menunjukkan sinyal perlambatan yang konsisten. Para ekonom memperkirakan bahwa dampak nyata dari tarif akan mulai terlihat pada musim panas dalam data-data utama seperti ketenagakerjaan dan inflasi.
Meskipun demikian, rata-rata jam kerja per minggu tetap stabil di angka 34,3 jam pada April, sedikit lebih tinggi dibanding Maret. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan masih berusaha mempertahankan tenaga kerja dengan mengatur jam kerja, sebagai langkah awal sebelum memutuskan melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal.
Simak Juga : Hijab Pashmina: Model yang Sedang Tren di 2025