American Party SC – Mahasiswa Universitas Tufts asal Turki, Rumeysa Ozturk, akhirnya kembali ke Massachusetts pada hari Sabtu setelah lebih dari enam minggu ditahan oleh pihak imigrasi Amerika Serikat di Louisiana. Kasusnya menarik perhatian publik karena dianggap berkaitan dengan aktivitas advokasinya terhadap isu Palestina dan kebebasan berpendapat di kampus.
Ozturk, yang sedang menempuh program doktoral di bidang sosiologi. Pada 25 Maret 2025 oleh petugas berpakaian preman dan bertopeng di Somerville, Massachusetts, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Penangkapannya dilakukan setelah Departemen Luar Negeri Amerika Serikat secara mendadak mencabut visa pelajarnya. Satu-satunya alasan yang diberikan pihak berwenang atas pencabutan visa tersebut adalah keterlibatannya dalam penulisan opini di surat kabar mahasiswa Tufts yang mengkritik respons universitas terhadap konflik Israel dan Palestina di Gaza.
Opini tersebut menyuarakan dukungan terhadap seruan mahasiswa yang meminta universitas untuk mencabut investasi dari perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Israel. Serta menyerukan pengakuan atas genosida terhadap rakyat Palestina. Langkah Ozturk dinilai sebagian kalangan sebagai bagian dari kebebasan akademik dan hak untuk menyampaikan pendapat. Namun justru berujung pada penindakan imigrasi yang memicu kontroversi nasional.
Baca Juga : Susan Illston Hentikan Sementara Restrukturisasi Trump
Setibanya di Bandara Internasional Logan, Boston, Ozturk menggelar konferensi pers bersama pengacaranya dan sejumlah anggota Kongres. Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan rasa syukurnya karena akhirnya dibebaskan dan bisa kembali menjalani kehidupan akademik serta bersosialisasi dengan masyarakat. Ia juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, terutama para profesor, sesama mahasiswa. Serta organisasi masyarakat sipil yang telah mengirimkan surat-surat solidaritas selama masa penahanannya.
Ozturk menegaskan bahwa pengalaman yang dialaminya sangat berat secara mental maupun fisik. Namun ia tetap percaya pada sistem hukum Amerika Serikat. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak melupakan ratusan perempuan lain yang masih ditahan di pusat-pusat imigrasi, dan menyerukan agar hak-hak dasar mereka tetap diperjuangkan.
Menurut pengacaranya dari American Civil Liberties Union (ACLU), penangkapan dan penahanan terhadap Ozturk merupakan bentuk pembalasan yang tidak sah terhadap pendapat yang ia ungkapkan secara terbuka. ACLU menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat, yang menjamin kebebasan berbicara dan berekspresi.
Kasus Ozturk kemudian dibawa ke ranah hukum, di mana ia mengajukan gugatan atas penahanannya. Hakim Distrik Amerika Serikat, William Sessions, yang memimpin sidang di Burlington, Vermont. Pada akhirnya memutuskan untuk membebaskannya dengan jaminan setelah menyatakan bahwa Ozturk telah menunjukkan bukti substansial bahwa hak konstitusionalnya telah dilanggar selama proses tersebut.
Anggota Kongres dari Massachusetts, Ayanna Pressley, yang sempat mengunjungi Ozturk saat ditahan, menyampaikan kecaman keras terhadap perlakuan yang diterima oleh mahasiswa tersebut. Pressley menyebut bahwa kondisi penahanan yang dialami Ozturk sangat memprihatinkan, tidak manusiawi, dan bahkan membahayakan kesehatan karena ia tidak mendapatkan perawatan medis memadai, terutama untuk penyakit asma yang dideritanya. Ia menambahkan bahwa penahanan ini bukan hanya bentuk kekejaman, tetapi merupakan upaya sistematis untuk mengintimidasi dan membungkam suara-suara yang berani menyuarakan ketidakadilan.
Selama proses penahanannya, Ozturk sempat dipindahkan dari Vermont ke pusat penahanan imigrasi di Louisiana dalam waktu singkat. Sebuah tindakan yang oleh pengacaranya dinilai sebagai bentuk perlakuan yang disengaja untuk mengisolasinya dari jaringan dukungan lokal dan hukum.
Kini, dengan pembebasan tersebut, Ozturk berharap dapat melanjutkan studinya dan terus berkontribusi dalam dialog publik secara damai dan konstruktif. Perjuangannya menjadi simbol dari pentingnya perlindungan terhadap kebebasan berpendapat, terutama bagi komunitas akademik dan mahasiswa internasional di Amerika Serikat.
Simak Juga : Tanggapan FK USU Terkait Kasus Perundungan Dokter di Kampus