American Party SC – Presiden terpilih Donald Trump diperkirakan akan mengambil langkah tegas terhadap kebijakan keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) di perusahaan dan universitas setelah menjabat. Langkah ini mencerminkan dukungan terhadap pandangan konservatif yang menganggap bahwa kebijakan tersebut melanggar undang-undang antidiskriminasi. Departemen Kehakiman (DOJ) dan lembaga federal lainnya kemungkinan akan menyelidiki dan menantang kebijakan yang dianggap diskriminatif terhadap kelompok tertentu.
Mike Davis, pendiri Article III Project, menyatakan bahwa kebijakan DEI dianggap diskriminatif dan melanggar hukum. Menurutnya, pemerintah, universitas, dan perusahaan tidak boleh menerapkan kebijakan tersebut. Rencana ini berpotensi mengubah fokus Divisi Hak Sipil DOJ, yang awalnya didirikan untuk melindungi komunitas yang terpinggirkan, menjadi alat untuk menentang kebijakan keberagaman.
Trump menguatkan sinyal ini dengan menunjuk Harmeet Dhillon sebagai calon Asisten Jaksa Agung untuk Divisi Hak Sipil. Dhillon dikenal karena kritiknya terhadap kebijakan berbasis ras di perusahaan. Pendukung DEI berpendapat bahwa kebijakan ini penting untuk mengatasi ketidakadilan rasial yang sudah lama terjadi. Sebaliknya, pihak yang menentang menilai kebijakan ini cenderung tidak adil karena terlalu fokus pada ras dan gender.
Salah satu dasar hukum yang mungkin digunakan DOJ adalah Judul VI Undang-Undang Hak Sipil 1964, yang melarang diskriminasi dalam program yang menerima dana federal. Universitas dan lembaga pendidikan lainnya menjadi target utama kebijakan ini. Trump bahkan berjanji akan menyelidiki praktik universitas yang dianggap terlalu condong pada ideologi liberal.
Baca Juga : Era Baru di Suriah: Kejatuhan Assad dan Transisi Politik Pasca-Perang
DOJ sebelumnya pernah menuntut Universitas Yale atas dugaan diskriminasi terhadap pelamar Asia-Amerika dan kulit putih selama masa jabatan pertama Trump. Namun, kasus ini dibatalkan pada masa pemerintahan Presiden Joe Biden. Pengadilan Mahkamah Agung pada 2023 juga telah memutuskan untuk melarang penerimaan mahasiswa berdasarkan ras, yang dapat menjadi dasar gugatan baru terhadap universitas.
Di luar ranah universitas, kelompok konservatif seperti America First Legal telah meluncurkan serangkaian tuntutan hukum terhadap perusahaan besar seperti Meta dan Amazon. Gugatan ini bertujuan untuk menekan perusahaan agar menghentikan upaya keberagaman di tempat kerja. Sebagian besar kasus ini belum berhasil di pengadilan karena penggugat dinilai tidak mengalami kerugian langsung.
Thomas Healy, seorang profesor hukum, mengkritik upaya ini sebagai pengkhianatan terhadap misi Divisi Hak Sipil. Menurutnya, langkah tersebut berpotensi melindungi kepentingan kelompok mayoritas dengan mengorbankan hak-hak kelompok minoritas.
Ancaman hukum ini juga dapat membuat perusahaan mundur dari komitmen keberagaman mereka. Beberapa perusahaan besar seperti Walmart, JPMorgan Chase, dan Starbucks sudah mulai mengurangi upaya DEI mereka. Situasi ini memunculkan kekhawatiran di kalangan pendukung hak-hak sipil bahwa langkah DOJ dapat memperburuk ketidakadilan sosial.
Hasil survei terbaru menunjukkan bahwa sekitar separuh masyarakat AS mendukung upaya pemerintah untuk mengatasi rasisme struktural. Namun, sepertiga masyarakat tidak setuju bahwa pemerintah perlu mengambil tindakan lebih lanjut.
Meski menghadapi banyak tantangan, beberapa kebijakan DEI mungkin dapat bertahan dari pengawasan hukum jika fokusnya tidak melibatkan eksplisit pertimbangan ras. Misalnya, kebijakan yang memperluas perekrutan atau menetapkan tujuan keberagaman secara umum dapat lebih mudah diterima.
Namun, DOJ menghadapi hambatan signifikan karena Divisi Hak Sipil tidak memiliki kewenangan untuk menuntut perusahaan swasta atas diskriminasi ketenagakerjaan. Komisi Kesempatan Kerja Setara (EEOC) adalah satu-satunya badan federal yang memiliki kewenangan tersebut. Dengan mayoritas anggota komisi berasal dari Partai Demokrat hingga 2026, langkah Trump dapat tertunda.
Meskipun begitu, DOJ tetap dapat menargetkan pemerintah negara bagian dan daerah yang melanggar undang-undang antidiskriminasi federal. Langkah ini menunjukkan bahwa perdebatan tentang keberagaman akan tetap menjadi isu kontroversial di bawah pemerintahan Trump.
Simak Juga : Memahami Kontravensi dan Contoh-Contohnya dalam Kehidupan Sehari-hari