American Party SC – Setelah 13 tahun perang saudara yang menghancurkan, Suriah memasuki era baru setelah Presiden Bashar al-Assad melarikan diri ke Rusia. Pemberontak yang selama ini bertempur dengan pasukan Assad berhasil merebut Damaskus, ibu kota negara. Kejatuhan rezim Assad menandai berakhirnya pemerintahan keluarga Al-Assad yang telah berlangsung lebih dari lima dekade. Hari pertama setelah pengambilalihan ibu kota menunjukkan perubahan signifikan. Lalu lintas mulai kembali ramai, dan orang-orang keluar setelah jam malam, meski banyak toko yang masih tutup. Pemberontak yang baru menguasai kota berpatroli di pusat Damaskus, menjaga ketertiban di tengah transisi politik yang penuh ketidakpastian.
Dalam pertemuan penting, komandan pemberontak, Ahmed al-Sharaa, yang lebih dikenal dengan nama Abu Mohammed al-Golani, bertemu dengan pejabat tinggi rezim Assad, termasuk Perdana Menteri Mohammed Jalali dan Wakil Presiden Faisal Mekdad. Mereka membahas pembentukan pemerintahan transisi. Menurut laporan, pemerintahan sementara akan dipimpin oleh Mohamed Al-Bashir, yang sebelumnya memimpin wilayah yang dikuasai pemberontak. Pada hari berikutnya, bank-bank di Suriah mulai kembali beroperasi, dan staf diminta kembali bekerja. Namun, di beberapa kantor pemerintahan, seperti Kementerian Dalam Negeri, situasi masih kacau dengan banyak perabotan yang dijarah, dan pemberontak mengawasi kantor-kantor tersebut.
Meskipun banyak tantangan, beberapa sektor seperti Kementerian Perminyakan telah meminta karyawan untuk kembali bekerja dengan jaminan perlindungan. Pemberontak dari berbagai daerah berkumpul di pusat kota, termasuk di Lapangan Umayyah, untuk merayakan kemenangan mereka. Salah seorang pejuang, Firdous Omar, mengungkapkan keinginan untuk mengakhiri pertempuran dan kembali ke kehidupan normalnya sebagai petani di Idlib. Kejatuhan rezim Assad juga berdampak besar pada peta politik kawasan. Sebagai contoh, Iran dan Rusia kehilangan salah satu sekutu utama mereka di Timur Tengah. Sementara Turki, yang mendukung oposisi, kini menjadi pemain yang lebih kuat di wilayah tersebut.
Baca Juga : Revolusi Suriah: Kejatuhan Assad dan Tantangan Transisi yang Berat
Perang yang dimulai pada 2011 telah merenggut ratusan ribu nyawa dan menyebabkan salah satu krisis pengungsi terbesar dalam sejarah modern. Namun, kini ada harapan baru bagi jutaan pengungsi Suriah yang tersebar di kamp-kamp di Turki, Lebanon, dan Yordania untuk kembali ke rumah mereka. Meskipun kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dipimpin oleh al-Golani, masih terdaftar sebagai organisasi teroris oleh PBB, mereka telah berusaha membangun citra baru. Al-Golani, yang sebelumnya terlibat dengan al-Qaeda dan ISIS, kini berkomitmen untuk membangun kembali Suriah dan menciptakan sejarah baru pasca-Assad.
Sementara itu, Perdana Menteri Assad, Mohammed Jalali, menyatakan kesiapan untuk memberikan dokumen dan bantuan terkait transfer kekuasaan kepada pemerintahan transisi. Jalali juga mengatakan bahwa masa depan tentara Suriah akan diserahkan kepada otoritas baru yang mengambil alih pemerintahan negara. Kejatuhan Assad juga berarti berakhirnya salah satu rezim polisi paling represif di Timur Tengah, yang selama bertahun-tahun dikenal dengan penahanan ratusan ribu tahanan politik. Pada hari-hari setelah jatuhnya Assad, banyak tahanan yang dibebaskan, dan keluarga-keluarga yang terpisah selama bertahun-tahun akhirnya bersatu kembali.
Meskipun ada harapan baru bagi masa depan Suriah, beberapa wilayah, seperti pantai Mediterania yang menjadi basis utama kelompok Alawite, masih menghadapi ketidakpastian. Sejauh ini, pemberontak belum memasuki desa Qardaha, tempat asal keluarga Assad. Pangkalan militer Rusia yang terletak di wilayah tersebut juga menjadi perhatian internasional, dengan Kremlin menyatakan bahwa terlalu dini untuk memutuskan masa depan pangkalan tersebut di Suriah.
Di sisi lain, serangan Israel terhadap sekutu-sekutu Iran di Suriah, seperti Hizbullah, diklaim menjadi faktor yang berkontribusi pada kejatuhan Assad. Israel terus melancarkan serangan udara untuk menghancurkan fasilitas yang dianggap sebagai ancaman. Sementara itu, Amerika Serikat juga terus melancarkan serangan terhadap ISIS di wilayah timur Suriah, di mana pasukan AS berkoordinasi dengan pasukan Kurdi. Konflik antara pemberontak yang didukung Turki dan pasukan Kurdi semakin memperumit situasi di utara negara tersebut. Dengan segala tantangan dan ketidakpastian, masa depan Suriah tetap menjadi pertanyaan besar bagi komunitas internasional.
Simak Juga : Struktur, Ciri-Ciri, dan Fungsi Teks Laporan Hasil Observasi