American Party SC – Mahkamah Agung Amerika Serikat mengeluarkan perintah pada Sabtu dini hari yang menghentikan sementara deportasi warga terhadap sekelompok pria asal Venezuela. Keputusan ini diambil setelah para pengacara mereka mengajukan permintaan darurat karena khawatir mereka akan segera dipindahkan tanpa proses hukum yang layak. Perintah ini melarang pemerintah untuk memindahkan tahanan dari wilayah AS sampai ada keputusan lebih lanjut.
Keputusan tersebut dikeluarkan dalam pernyataan singkat tanpa tanda tangan, namun dua hakim konservatif. Clarence Thomas dan Samuel Alito, menyatakan ketidaksetujuan secara terbuka. Para pengacara dari American Civil Liberties Union (ACLU) sebelumnya telah mengajukan petisi ke sejumlah pengadilan. Termasuk Mahkamah Agung, untuk menghentikan deportasi setelah mendapat informasi bahwa sejumlah pria telah dimasukkan ke dalam bus untuk dikirim ke luar negeri.
ACLU menyatakan bahwa pemerintah bertindak berdasarkan Undang-Undang Musuh Asing tahun 1798, yang selama ini hanya digunakan dalam konteks perang. Undang-undang tersebut memungkinkan deportasi tanpa proses hukum normal. Pemerintah dianggap tidak memberi para migran waktu dan kesempatan yang memadai untuk menolak pemindahan mereka melalui jalur hukum. Sebagaimana telah diamanatkan oleh Mahkamah Agung sebelumnya.
Pemerintah belum memberikan tanggapan resmi atas keputusan ini. Kasus ini memunculkan kembali perdebatan mengenai batas kekuasaan eksekutif dan potensi terjadinya krisis konstitusional. Presiden Donald Trump, yang terpilih dengan janji menindak keras imigrasi ilegal, menggunakan undang-undang ini untuk menargetkan dugaan anggota geng Tren de Aragua, kelompok kriminal asal Venezuela yang telah dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh pemerintahannya.
Baca Juga : Universitas Negeri Florida: Terjadi Tragedi Penembakan
Pihak Gedung Putih dan pejabat senior lain menyatakan bahwa tindakan ini adalah bagian dari wewenang eksekutif yang luas dalam kebijakan imigrasi. Namun, para pengacara dan anggota legislatif dari Partai Demokrat mempertanyakan dasar tuduhan keanggotaan geng terhadap para migran tersebut, serta menuntut transparansi.
Pada hari Jumat, saat pengadilan distrik di bawah Hakim James Boasberg sedang memproses kasus serupa. Pengadilan banding memberikan kemenangan sementara kepada Trump dengan menunda ancaman penghinaan terhadap pemerintah. Meski begitu, Boasberg menolak permintaan untuk menghentikan deportasi. Hal ini mengacu pada putusan Mahkamah Agung sebelumnya yang memberi ruang penggunaan Undang-Undang Musuh Asing, walaupun disertai batasan tertentu.
Boasberg menyatakan kekhawatiran bahwa pemerintah mungkin akan melanjutkan deportasi keesokan harinya, namun mengatakan bahwa saat itu ia tidak memiliki wewenang hukum untuk menghentikannya. Sebelumnya, Trump bahkan menyerukan pemakzulan Boasberg atas keputusan yang tidak berpihak padanya. Yang kemudian mendapat kecaman dari Ketua Mahkamah Agung, John Roberts.
ACLU juga mencoba menghentikan deportasi lewat jalur hukum di Texas dan Pengadilan Banding Sirkuit Kelima di New Orleans. Namun tidak mendapat tanggapan yang cepat. Setelah itu, mereka membawa kasus tersebut ke Mahkamah Agung yang akhirnya mengeluarkan perintah penangguhan.
Dalam salah satu bukti yang diajukan ke pengadilan, ACLU menyertakan foto pemberitahuan kepada seorang tahanan yang menyatakan bahwa orang tersebut diklasifikasikan sebagai “Musuh Asing” dan akan dideportasi. Nama dalam dokumen tersebut disamarkan, dan disebutkan bahwa yang bersangkutan menolak menandatangani surat itu.
Masalah utama dalam kasus ini adalah apakah pemerintah telah memberikan waktu pemberitahuan yang cukup agar para tahanan bisa mengajukan upaya hukum sebelum dideportasi. Mahkamah Agung dalam putusan sebelumnya menyebut bahwa pemberitahuan harus dilakukan secara wajar dan memberi ruang untuk permohonan habeas corpus. Hak dasar untuk menantang keabsahan penahanan seseorang. Namun, tidak disebutkan berapa lama jangka waktu yang dianggap cukup.
Sejumlah pengacara mengusulkan masa pemberitahuan minimal 30 hari. Hingga kini, pemerintah belum mengumumkan standar waktunya. Menanggapi pertanyaan media, Trump mengatakan tidak mengetahui detail kasus ini namun tetap mendukung deportasi jika yang bersangkutan dianggap berbahaya. Ia juga menegaskan bahwa ia dipilih rakyat, sedangkan hakim tidak.
Sementara itu, pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri menyatakan bahwa mereka tidak akan mengungkap rincian operasi demi alasan keamanan, namun menyatakan bahwa pemerintah tetap mengikuti arahan Mahkamah Agung. Sebelumnya, lebih dari 130 orang yang diduga anggota Tren de Aragua telah dideportasi ke El Salvador pada Maret lalu. Namun, banyak pihak menyatakan bahwa para pria tersebut tidak memiliki kaitan dengan geng dan tidak mendapat kesempatan membela diri.
Simak Juga : Atasan Brokat: Inspirasi M&M Agar Tampil Chic dan Elegan