American Party SC – Nicolas Talbott merupakan letnan di cadangan Angkatan Darat Amerika Serikat, melihat pesan yang masuk di jam tangannya. Ia mendapati puluhan pesan telah menunggunya. Talbott, seorang pria transgender yang telah mengambil sumpah militernya pada Maret lalu. Langsung menyadari bahwa pesan-pesan itu terkait dengan kebijakan baru Presiden Donald Trump. Presiden akan menandatangani perintah eksekutif yang membatasi keberadaan anggota transgender di angkatan bersenjata.
Nicolas Talbott, yang kini berusia 31 tahun, segera bergabung dengan lima anggota militer transgender lainnya dalam gugatan hukum yang diajukan oleh GLAD Law dan National Center for Lesbian Rights (NCLR). Gugatan tersebut menuduh bahwa kebijakan baru ini melanggar jaminan konstitusional mengenai perlindungan yang setara bagi seluruh warga negara. Menurut Talbott, tujuan utama mereka bukan hanya membatalkan perintah eksekutif tersebut. Akan tetapi juga memberikan perlindungan permanen bagi pasukan transgender di militer. Ia menegaskan bahwa kaum transgender dapat menjadi bagian dari angkatan bersenjata yang solid dan profesional.
Baca Juga : Penghentian Sementara Hibah Federal oleh Pemerintahan Trump Menuai Kritik
Pada masa jabatan pertamanya, Trump mengumumkan larangan bagi individu transgender untuk bertugas di militer. Namun, kebijakan tersebut tidak sepenuhnya diterapkan. Pemerintahannya hanya membekukan perekrutan mereka, tetapi tetap mengizinkan personel yang sudah bertugas untuk tetap berada di dalam dinas. Pada awal masa jabatan keduanya, Trump kembali mengeluarkan perintah eksekutif yang tidak secara langsung melarang kehadiran transgender di militer, tetapi menyatakan bahwa identitas gender yang tidak sesuai dengan jenis kelamin lahir bertentangan dengan nilai-nilai disiplin militer. Perintah ini juga menyebutkan bahwa kebutuhan medis seperti terapi hormon atau operasi dapat menjadi alasan untuk mendiskualifikasi seseorang dari dinas militer.
Menteri Pertahanan Pete Hegseth diberi waktu 60 hari untuk menerapkan perubahan. Hal ini termasuk melarang penggunaan kata ganti yang dianggap tidak sesuai dengan jenis kelamin biologis. Sementara itu, pihak Pentagon menolak berkomentar mengenai gugatan yang diajukan. Serta Gedung Putih hanya merujuk kembali pada isi perintah eksekutif tersebut. Para pendukung hak transgender menilai kebijakan ini sebagai serangan terhadap anggota militer yang telah mengabdi dengan dedikasi tinggi. Senator Andy Kim dari New Jersey menyebut kebijakan ini sebagai bentuk penghinaan terhadap keberanian dan pengabdian para personel transgender.
Menurut Departemen Pertahanan, terdapat sekitar 1,3 juta personel aktif dalam militer Amerika Serikat. Organisasi advokasi transgender memperkirakan bahwa sekitar 15.000 dari mereka adalah transgender, meskipun pejabat militer memperkirakan jumlahnya hanya ribuan. Para transgender yang bertugas di berbagai bidang, termasuk sebagai operator khusus, pilot, dan dokter. Kini menghadapi ketidakpastian terkait status mereka di angkatan bersenjata.
Para anggota militer transgender telah bersiap menghadapi kemungkinan perubahan ini jauh sebelum pemilu 2024 yang mengembalikan Trump ke Gedung Putih. Dalam sebuah lokakarya di Washington, sekelompok personel transgender berlatih menghadapi berbagai skenario, termasuk wawancara tekanan tinggi, untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengadvokasi hak-hak transgender. Emily Shilling, seorang komandan di Angkatan Laut dan pemimpin kelompok advokasi SPARTA, mengatakan bahwa anggotanya telah mempersiapkan diri sejak Mei lalu. Keanggotaan organisasi ini juga meningkat 10% setelah pemilu, menunjukkan semakin banyaknya personel yang ingin memperjuangkan hak mereka.
Sementara itu, beberapa anggota militer telah mulai melatih penerus mereka jika mereka dikeluarkan akibat kebijakan ini. Paulo Batista, seorang analis intelijen Angkatan Laut di San Diego, mulai menyiapkan pelaut lain agar dapat menggantikannya jika ia terpaksa meninggalkan dinas. Menurutnya, penting bagi generasi berikutnya untuk siap mengambil alih peran kepemimpinan dalam militer.
Persiapan hukum untuk menentang kebijakan ini telah berlangsung selama berbulan-bulan. Pada tahun 2017, Trump sempat mengejutkan banyak pihak dengan serangkaian unggahan di media sosial yang menyatakan bahwa individu transgender tidak akan diizinkan bertugas di militer. Setelah pemilu 2024, lebih dari 100 anggota layanan transgender dan calon rekrutan menghubungi GLAD Law untuk menjadi bagian dari gugatan yang kini diajukan.
Salah satu penggugat, Koda Nature, seorang pria transgender berusia 23 tahun dari Texas, telah lama bercita-cita bergabung dengan Korps Marinir untuk melanjutkan tradisi keluarganya. Namun, dengan adanya larangan ini, ia mungkin tidak akan bisa mewujudkan impian tersebut. Organisasi advokasi transgender bersama tim hukum mereka bertekad untuk memperjuangkan hak-hak personel transgender dan memastikan bahwa kelayakan mereka untuk bertugas tidak ditentukan oleh kebijakan politik yang berubah-ubah.
Simak Juga : Aurat Wanita dalam Islam dan Hikmah Menutup Aurat