American Party SC – Inflasi produsen di Amerika Serikat menunjukkan tanda-tanda pelonggaran pada Maret 2025. Untuk pertama kalinya dalam hampir satu setengah tahun, harga produsen mengalami penurunan bulanan. Laporan dari Departemen Tenaga Kerja AS mencatat bahwa indeks harga produsen (PPI) turun sebesar 0,4 persen dibanding bulan sebelumnya. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh turunnya harga bensin yang signifikan. Namun, tekanan dari kebijakan tarif impor diperkirakan akan mendorong inflasi kembali naik dalam waktu dekat.
Penurunan harga tersebut terjadi di tengah meningkatnya ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok, negara yang menjadi salah satu pemasok impor terbesar bagi Amerika. Meski data PPI bulan Maret memberikan sinyal positif terhadap penurunan inflasi, situasi berubah drastis setelah kebijakan tarif baru diberlakukan. Kenaikan tarif terhadap berbagai barang dari Tiongkok membuat laporan ini menjadi kurang relevan dalam melihat prospek inflasi ke depan. Dampak kebijakan tersebut mulai terasa, salah satunya terlihat dari lonjakan harga produk baja buatan pabrik yang meningkat secara tajam.
Presiden AS, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan peningkatan tarif atas barang-barang dari Tiongkok hingga 125 persen. Sementara itu, pemberlakuan tarif terhadap negara mitra dagang lainnya ditunda selama 90 hari. Sebagai respons, pemerintah Tiongkok juga menerapkan tarif balasan sebesar 125 persen. Selain itu, tarif umum sebesar 10 persen tetap diberlakukan terhadap hampir semua impor, ditambah tarif khusus sebesar 25 persen untuk produk kendaraan, baja, dan aluminium.
Menurut Bill Adams, Kepala Ekonom di Comerica Bank, laporan PPI bulan Maret tidak bisa dijadikan dasar dalam memproyeksikan inflasi. Ia menyebut bahwa prospek inflasi sangat bergantung pada kebijakan tarif. Jika tarif tinggi tetap diberlakukan, laju inflasi diperkirakan akan meningkat cukup cepat.
Baca Juga : Pemotongan Pajak Trump Lolos Tahap Awal
Dalam laporan bulan Maret, penurunan harga barang sebesar 0,9 persen menjadi faktor utama dari penurunan PPI. Ini merupakan penurunan terbesar sejak Oktober 2023. Harga bensin turun drastis sebesar 11,1 persen, mencerminkan kekhawatiran akan melambatnya pertumbuhan ekonomi global akibat perang dagang yang sedang berlangsung. Harga pangan grosir juga turun 2,1 persen, dipengaruhi oleh turunnya harga telur, daging, dan sayuran segar maupun kering.
Namun demikian, harga produk pabrik baja melonjak tajam sebesar 7,1 persen. Jika dilihat dari komponen harga yang tidak mencakup makanan dan energi, harga barang tetap naik sebesar 0,3 persen dalam dua bulan terakhir. Ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi masih tetap ada di sektor tertentu.
Kendati tekanan tarif dapat mempercepat inflasi, pelemahan permintaan dalam negeri mungkin bisa menahan laju kenaikannya. Laporan harga konsumen untuk bulan Maret memperlihatkan adanya penurunan pada tarif tiket pesawat serta biaya penginapan di hotel dan motel. Hal ini juga tercermin dalam data PPI, di mana harga tiket pesawat turun 4 persen dan tarif hotel turun 1,2 persen. Penurunan harga ini cukup besar untuk menutupi kenaikan moderat dalam biaya pengelolaan portofolio dan layanan kesehatan.
Komponen seperti perawatan kesehatan, biaya akomodasi, dan tiket penerbangan merupakan bagian penting dalam perhitungan indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) inti. Indeks ini menjadi salah satu indikator utama yang digunakan oleh Federal Reserve untuk menetapkan target inflasi sebesar dua persen. Para analis memperkirakan bahwa PCE inti hanya akan naik 0,1 persen pada bulan Maret, setelah melonjak 0,4 persen pada Februari. Ini akan memperlambat laju inflasi tahunan menjadi 2,6 persen dari 2,8 persen sebelumnya.
Nilai tukar dolar AS terlihat melemah terhadap beberapa mata uang utama dunia. Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah naik. Peningkatan tarif yang memengaruhi pasar keuangan juga telah memperkuat ekspektasi inflasi di kalangan konsumen. Situasi ini menambah kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya resesi dalam waktu dekat.
Dalam risalah rapat Federal Reserve bulan Maret, sebagian besar pembuat kebijakan sepakat bahwa perekonomian AS tengah menghadapi risiko yang cukup serius, yakni inflasi tinggi yang dibarengi dengan pertumbuhan yang melambat. Pasar keuangan pun mulai memperkirakan bahwa The Fed akan kembali memangkas suku bunga acuannya pada bulan Juni, setelah sebelumnya menahan penurunan pada Januari. Tahun ini, suku bunga acuan diperkirakan akan turun total sebesar 100 basis poin dari kisaran saat ini yaitu 4,25 persen hingga 4,50 persen.
Simak Juga : Hijab Pashmina: 5 Model Simpel dan Cantik di Tahun 2025